KAMMI ABDULLAH AZZAM

Jumat, 13 Agustus 2010

Konsep Tarbiyah Akhlak dalam Al-Quran, KRISIS AKHLAQ GERAKAN ISLAM


Sebuah Upaya Rekonstruksi Gerakan Islam Masa Depan

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy*

C. Konsep tarbiyyah yang indah dalam Al Quran

Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Maha suci Engkau ya Allah, bagi-Mu segala puji sebagaimana Engkau memuji diri-Mu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya.

Sesungguhnya konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah kita masih merupakan hasil penggabungan teori-teori pendidikan asing yang kita ambil secara bulat, lalu kita bahasakan dengan bahasa arab yang jelas atau pun yang tidak jelas, tanpa memperhatikan perbedaan yang menganga antara tabiat kejiwaan bangsa asing yang merupakan cikal bakal lahirnya teori-teori pendidikan itu dengan tabiat keIslaman yang telah tumbuh mendarah daging dalam diri kita, terlepas dari kuat dan lemahnya tabiat ini dalam diri kita.

Kita tahu bahwa di samping konsep pendidikan memiliki pengaruh pada metode belajar dan prilaku, dalam proses kelahirannya ia juga terpengaruh oleh kondisi lingkungan, budaya, filosofis dan metode belajar. Karenanya konsep pendidikan ini sesuai dengan lingkungan di mana konsep ini tumbuh dan berdialektika. Adalah sebuah kebodohan nyata ketika kita menganggap bahwa ketika konsep ini memiliki kecocokan dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat di mana ia lahir, lalu kita jadikan tolok ukur kesesuaiannya dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat yang lain, dengan menerapkan semua aturan dan logika berpikir ilmiahnya.

Sebagai contoh, agama dalam pandangan masyarakat barat adalah hanya sekedar luapan perasaan dan emosi semata, karenanya konsep pendidikan agamanya hanya sekedar menggugah membangun perasaan dan emosi semata, seringkali diungkapan dengan bahasa bias bersayap dan jauh dari logika berpikir ilmiah dan akal sehat. Karena itulah agama dalam masyarakat barat hanyalah fenomena sosial semata.

Padahal dalam pandangan kita, keyakinan agama itu dibangun di atas logika berfikir yang kokoh, tidak mungkin kita memahaminya kecuali dengan melibatkan seluruh potensi logika dan nalar kita. Seandainya kita pakai konsep pendidikan agama mereka yang hanya berdasar pada gerak emosi dan fenomena sosial semata dalam konsep pendidikan agama kita, maka yang terjadi adalah kegagalan dan tidak ada satu pun tujuan pendidikan yang akan kita capai. Kita semua tahu, kerangka umum memakai konsep pendidikan agama kita diadopsi dari prinsip dan metode pendidikan agama barat.

Aqidah dalam pandangan teori filsafat dan pendidikan barat yang terbaru, harus tumbuh dari keinginan dan mengikuti kemauan. Sementara kemauan terhadap sesuatu, yang tidak muncul kecuali karena ada tujuan, adalah yang menumbuhkan dalam akal, bangunan keyakinan akan alam semesta dan keberadaannya sesuai dengan kemauan dan selera mereka. Dan di atas konsep pendidikan ini akal meretas jalannya menuju bangunan ideologi.

Sementara Aqidah dalam pandangan Islam adalah dasar utama bagi setiap kemauan dan keinginan anak manusia, tidak lah keinginan dan kemauan itu mengarah kecuali sesuai dengan yang telah digariskan oleh Aqidah. Karena itulah semua keinginan dan kemauan itu bertolak dari nol, tidak ada yang mengawalnya kecuali akal dan logika, namun dengan syarat keduanya jernih dan sehat. Di atas konsep pendidikan ini, Aqidah kita meretas jalan kepada kebebasan dan kemerdekaan.

Sekalipun begitu, kita tetap mengadopsi konsep pendidikan yang bertolak belakang dengan konsep pendidikan Islam ini dalam pendidikan Aqidah anak-anak kita, sebuah konsep yang dibangun di atas dasar yang bertentangan dan tidak ada titik pertemuannya sama sekali dengan konsep Islam, .

Namun ironinya, para pemerhati pendidikan kita tidak pernah mengadakan penelitian serius tentang bahaya kerancuan ini, sesungguhnya ini bukan hanya sekedar rancu, tapi sudah merupakan sebuah fenomena kemiskinan yang menyakitkan yang menyebabkan para pemerhati itu harus menutup kepala mereka dengan celana dan menjadikan dasi sebagai kaos kaki.

Ini adalah gambaran puncak kehinaan yang menyakitkan, yang menjadikan hati ini menjadi hina dan menghiba. Apa rahasia dan sumber kehinaan ini, ketahuilah rahasia itu tercermin dalam dua hal berikut ini :

Pertama, disiplin ilmu tarbiyah dan ilmu psikologi pendidikannya hari ini dibangun di atas eksperimen dan teori asing, yang mana Islam atau bangsa arab tidak memiliki kontribusi sama sekali, kecuali hanya sebagai plagiator dan penterjamah saja. Seharusnya para spesialis pendidikan Islam memiliki lembaga amanah yang mampu mengontrol dan menyaring setiap teori dan eksperimen asing, kalau tidak, maka ketergantungan pada teori dan eksperimen ini akan menjadi beban berat yang membuatnya tidak pernah melirik konsep pendidikan lain yang berada di luar zona aman dan nyaman mereka terhadap kosep pendidkan tersebut. Mereka tidak akan pernah berusaha untuk merubah kondisi ini, sekalipun di sana sini terdapat kerancuan dan pertentangan yang hebat.

Kedua, Sebagian besar ahli pendidikan kita tidak pernah terbuka pemikirannya sejak mereka bergaul dengan budaya barat, agama yang dalam pandangan kita memiliki kekuatan logika, namun dalam pandangan mereka yang salah disandarkan kepada penilaian dan timbangan agama yang dianut oleh barat. Nilai akhlaq yang menurut pandangan kita berdasarkan pada aqidah, berkaitan dengan hakikat alam semesta dan keimanan kita pada penciptanya, dalam pandangan mereka hanyalah merupakan dugaan yang lahir dari berbagai teori filsafaat yang saling bertentangan. Ketika mereka mengungkapkan kesucian akhlak Islami, maka mereka katakan sebagai "Taqalid" (tradisi), mereka dengan kata ini berusaha untuk membuat image kesucian absurd, sehingga ada kesesuaian antara akhlaq dan kata yang mereka buat-buat ini.

Seandainya mereka mau membuka lembaran Islam yang terpancar dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, mau melakukan studi mendalam terhadap sejarah Islam, gerakan pemikiran dan budaya Islam maka mereka akan melihat batas tegas antara filsafat nilai Islam dan barat, mereka pasti sampai kepada kesimpulan bahwa konsep pendidikan barat tidak mungkin diterapkan sebagai konsep pendidikan Islam, mereka yakin bahwa para ahli pendidikan seharusnya menemukan konsep pendidikan Islam yang valid dari peradaban Islam dan khazanahnya yang kaya, yang telah memberikan peradaban otentik dan kebahagiaan yang eksis dalam waktu yang cukup lama, mereka pasti akan tenggelam dalam studi dan penelitian, lalu menghasilkan sebuah disiplin ilmu pendidikan yang baru, yang berbeda sama sekali dengan teori dan eksperimen yang lalu, dengan karakter dan ciri yang bersesuaian dengan fitrah dan bangunan umat Islam.

Inilah dua fenomena besar yang menjadi rahasia permasalahan pendidikan kita, bahkan keduanya adalah rahasia butuhnya umat Islam kepada konsep pendidikan Islam yang otentik yang tumbuh dari alamnya, sejalan dengan nilai, tujuan dan prinsip-prinsip yang berkembang di dalamnya.

Kalau bukan karena dua hal ini, kita tidak akan bertanya-tanya dengan nada heran, mengapa perpustakaan Islam hari ini dipenuhi dengan buku-buku baru tentang kemukjizatan Al Quran, balaghah dan sastranya, namun kita tidak mendapatkan sama sekali buku-buku tentang metode pendidikan, konsep dan aplikasinya.

Jawabannya adalah, karena ahli bahasa arab dan sastra tidak memiliki bahan materi ilmu mereka kecuali dari Al Quran, gaya bahasa dan sejarahnya. Dengan ikatan mereka terhadap Al Quran mereka mendapatkan nilai lebih keistimewaan bahasa dan balaghahnya. Adapun ahli pendidikan kita tidak memilki bahan materi ilmu mereka kecuali dari teori ilmuwan pendidikan barat dan eksperimen mereka, peran mereka hanya sebagai penerjemah dan plagiator saja, sesekali mereka bisa menerjemahkan konsep pendidikan barat dengan baik, namun pada kali yang lain penerjemahan mereka hanya sekedar memamerkan kreasi yang dibuat-buat. Keterputusan mereka dari Al Quran dengan segudang disiplin ilmu menjadikan mereka sebagai importir dan bukan kreator konsep pendidikan, mereka tak ubahnya menyalakan lilin yang lemah di bawah pancaran sinar matahari yang menyengat.

Adalah anugerah yang sangat agung bagi kami, ketika Allah swt menanamkan ke dalam hati kami cinta Al Quran yang mulia ketika kami masih kanak-kanak, hati kami selalu berbunga-bunga ketika kami membacanya sekalipun saat itu bacaan kami masih belum sempurna, hanya sekedar membaca, tidak ada makna Al Quran yang kami tahu kecuali sangat sedikit. Adalah anugerah yang besar, dengan Al Quran kami bisa mendapatkan kosa kata bahasa arab dan nilai sastranya, kami juga merasakan keindahan balaghah dan seninya. Adalah anugerah yang besar, dengan Al Quran kami menjadi sangat tertarik untuk mempelajari syariat Islam dan ilmunya. Bahkan kami sampai kepada keyakinan bahwa yang membuat kuatnya keimanan kami kepada Allah dan hari akhir adalah Al Quran, yang membawa kami kepada pemikiran yang luas dan wawasan yang luas tentang manusia adalah Al Quran, yang melingkupi hati kami dengan ridha dan keadamaian adalah Al Quran dan sebaik-baik bahasa yang kami gunakan dalam munajah kami kepada Allah di waktu sahur adalah Al Quran.

Ketika kami mengambil spesialisasi ilmu pendidikan di fakultas bahasa arab universitas Al Azhar, kami mendapatkan kuliah dasar-dasar ilmu pendidikan dan psikolgi pendidikan, namun kami mendapati metode belajar mengajar yang dipakai telah menjatuhkan reputasi universitas ini. Kami bertanya-tanya, bukankah dosen-dosen ilmu pendidikan Al Azhar itu mampu menjabarkan konsep pendidikan dan dasar-dasarnya dari selain ilmuwan barat semisal herbert, dalton dan john dewei. Apakah kitab Allah itu sempit dan apakah sejarah peradaban Islam itu tidak mampu memberikan kepada mereka konsep dan metode pendidikan yang lebih layak dibandingkan dengan teori dan eksperimen barat yang tidak pernah tumbuh di bumi kita, yang diterapkan dengan logika mereka bukan logika akal kita, yang dibalut dengan kondisi kejiwaan yang tidak sama dengan kondisi jiwa kita.

Sejak saat itu kami berusaha untuk merenungi kitab Allah dengan cara pandang seorang ahli pendidikan sekalipun kami belum memiliki fasilitas yang memadai, dengan sebuah keyakinan bahwa kitab ini telah mentarbiyah generasi dahulu yang memiliki budaya, logika, jiwa dan tabiat yang berbeda-beda, namun dengan perbedaan itu justru Al Quran mampu menjadikan mereka jiwa yang satu.

Al Quran ini seharusnya menjadi poros bagi prinsip-prinsip dakwah dan metode tarbiyah mereka yang berdiri di atas prinsip-prinsip dasar tarbiyah yang sangat indah, hal ini tidak akan bisa disingkap kecuali oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kemauan untuk mengkaji kitab ini dengan kajian yang serius dan menyeluruh, lalu berusaha dengan tulus untuk mengambil, menyusun dan meletakkannya dalam kerangka yang jelas dan benar.

Sebagaimana kami katakan, sekalipun bekal pengalaman dan ilmu tarbiyah kami hanya sedikit, perenungan ini membawa kami kepada konsep tarbiyah unik di dalam kitab Allah swt. Kami melihat bahwa Al Quran yang penuh mujizat ini, memiliki sarana untuk mengambil hati manusia dan menyampaikan hakikat kebenaran ke dalam akalnya, yang membuat dahi para pemikir dan ilmuwan mengkerutkan dahi mereka.

Kami yakin, bahwa yang kami ketahui dalam hal ini tidak lebih hanyalah seperti riak kecil di lautan ilmu, medan ini sebenarnya bukan medan kami, tapi medan juang setiap orang yang memiliki spesialisasi ilmiah dalam bidang tarbiyah dan dasar-dasarnya. Kitab yang kami bicarakan ini tidaklah seperti kitab-kitab lain yang sering anda lihat, ia adalah lautan yang kaya jika anda selalu membuka mata bashirah dan ilmu, ilmu ini akan melahirkan khazanah ilmu-ilmu lain yang sangat dhasyat dan menakjubkan.

Sekalipun begitu, kami berusaha menjaga riak kecil dari lautan ilmu itu, mengabadikannya dalam buku kecil ini, sehingga buku ini menjadi sebab bagi beralihnya perhatian para pakar tarbiyah pada kitab Allah yang menyimpan banyak ilmu yang bagaikan bintang indah dan agung.

Semoga dengan didorong oleh keihklasan mereka, spesialisasi mereka dalam disiplin ilmu tarbiyah, dan kondisi hati mereka yang bersih dari dorongan agama dan ideologi lain, mereka berhasrat untuk mendekat kepada kitab Allah yang agung, dengan membaca, mengkaji dan mendalaminya dengan serius. Semoga mereka berhenti untuk membebek di belakang teori dan ekspermen asing, yang mana mereka telah lama menggantung kepadanya dalam spesialisasi ilmiah mereka, dengan menganalisa dan mengagungkannya, lalu mereka tergerak berkreasi menemukan dasar-dasar dan konsep baru dalam disiplin llmu tarbiyah, dari kitab Allah yang penuh dengan khazanah ilmu yang selalu mengalir, sehingga mereka memiliki tempat terhormat di hati masyarakat, dan mendapatkan pahala agung di sisi Allah swt.

Dan semoga kami dalam kerja besar ini, memiliki peran kecil untuk menyemangati mereka, dan mendapatkan bagian pahala seperti mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

« مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ ». (رواه مسلم)

"Barang siapa yang menunjukkan seseorang jalan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala kebaikan orang tersebut yang mau melakukannya." (HR. Muslim)



sumber : era muslim
Komentari · Tidak SukaSuka · Bagikan

Senin, 12 Juli 2010

http://www.eramuslim.com/berita/palestina/hamas-beberapa-antek-zionis-menyerahkan-diri-secara-suka-rela.htm

Hamas: Beberapa Antek Zionis Menyerahkan Diri Secara Suka Rela
Senin, 12/07/2010 08:39 WIB


Periode 60 hari yang ditawarkan oleh Hamas kepada para antek-antek Zionis Israel untuk menyerahkan diri tanpa konsekuensi, membuahkan hasil. Para pejabat Hamas mengumumkan bahwa sejumlah kolaborator telah menyerahkan diri mereka dan saat ini mereka sedang 'dibahas' dalam lingkaran tertutup sehingga tidak membahayakan nama baik mereka.

Pasukan Israel diketahui telah beberapa kali berusaha untuk memaksa warga Palestina menjadi informan mereka dengan imbalan menerima perawatan medis yang diperlukan untuk diri sendiri atau anggota keluarga mereka - sebuah jenis tekanan yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.

Tidak diketahui metode apa yang digunakan untuk merekrut informan tersebut oleh pasukan Israel - yang kemudian dipaksa untuk menyerahkan diri dalam waktu 60 hari dari amnesti yang ditawarkan oleh Hamas.

Namun pemerintah pimpinan Hamas di Gaza mengungkapkan bahwa setidaknya salah satu informan yang meminta amnesti telah memata-matai Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyah.

Menurut wakil Hamas, informan itu mengatakan bahwa dia 'mengawasi' Perdana Menteri selama perjalanan ke pantai dan ketika Perdana Menteri pergi untuk joging, dan kemudian mengirim informasi tersebut ke agen Israel dengan menggunakan ponsel Israel.

Dua bulan lalu, pimpinan Otoritas Palestina di Jalur Gaza Hamas enawarkan amnesti kepada para kolaborator dalam waktu enam puluh hari, menjanjikan mereka tidak akan diganggu atau dipenjara jika mereka menyerahkan diri secara suka rela.

Di masa lalu, para pendukung Hamas telah dituduh membunuh para kolaborator atau menyiksa mereka selama berada di penjara. (fq/imemc)


eramuslim.com

Selasa, 29 Juni 2010

Israel Memulai Investigasi "Bo'ongan" Mereka Terhadap Kasus Mavi Marmara
Selasa, 29/06/2010 08:55 WIB

Kepala komite investigasi Israel dalam pernyataan pembukaannya pada hari Senin kemarin (28/6) menyatakan bahwa panitia akan memanggil Perdana Menteri Israel dan Menteri Pertahanan untuk mendengar kesaksian mereka dalam kaitannya dengan investigasi serangan yang diluncurkan oleh pasukan Israel terhadap konvoi kapal bantuan kemanusiaan yang melakukan perjalanan ke Gaza, yang menewaskan sejumlah orang.

Dia mengatakan pengamat internasional dalam Komite, semuanya akan terlibat dalam penyelidikan itu dan menegaskan penyelidikan mereka diterapkan secara ketat.

Setelah pemerintah Israel menolak usulan sekjen PBB Ban Ki-moon yang menuntut adanya penyelidikan internasional, pemerintah Israel minggu lalu telah membentuk sendiri komite tim investigasi mereka sendiri, sebuah komisi penyelidikan yang dipimpin oleh Hakim Jacob Turkel, seorang pensiunan Mahkamah Agung Israel.

Komite ini terdiri dari dua pakar Israel lainnya dalam hukum internasional dan pengamat asing lainnya namun mereka tidak memiliki hak untuk memveto, dan dua orang pengamat asing itu adalah David Trimble, seorang politikus dari Irlandia Utara dan pakar hukum Kanada Ken Etkin yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.

Turkel mengatakan dalam pidato pembukaannya sebelum melakukan pertemuan tertutup yang tidak tercakup oleh wartawan: "Komite memutuskan untuk segera memanggil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dan Ketua Kepala Staf, bersama dengan para pejabat senior lainnya yang dianggap perlu."

Trimble mengatakan bahwa setiap anggota Komite telah menentukan bahwa penyelidikan harus tegas dan berharap melalui investigasi ini akan menjadi sebuah kontribusi positif bagi perdamaian.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunjukkan kesediaannya untuk memberikan kesaksian di depan komite bersama dengan Menteri Pertahanan Ehud Barak dan Letnan Jenderal Gabi Ashkenazi, kepala staf.

Turkel mengatakan bahwa mandat Komite mengundang mereka untuk melihat apakah penerapan blokade laut oleh Israel terhadap Gaza dan penuntutan sebuah konvoi kapal bantuan adalah konsisten dengan hukum internasional serta investigasi dalam pekerjaan penyelenggara konvoi dan pesertanya.(fq/reu)


sumber : eramuslim

Senin, 28 Juni 2010

20 Cara Menguatkan Iman Anda


Siswa SMA Shalat Dzuhurdakwatuna.com - “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Ali Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”

Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus: 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
Mengukur Aib Bersama

Oleh: Muhammad Nuh


dakwatuna.com – Kebersamaan kadang tidak selamanya seperti rumput. Selalu setara, sewarna, dan segerak. Ada saja kekurangan di antara sesama mukmin. Karena umumnya manusia memang tidak bisa luput dari aib.

Tak ada gading yang tak retak. Itulah ungkapan sederhana yang memuat makna begitu dalam. Sebuah pengakuan bahwa setiap manusia punya kelemahan dan kekurangan.

Siapa pun kita, selalu ada ‘cacat’. Ada ‘cacat’ berupa ketidaksempurnaan fisik: rupa, penampilan, dan sebagainya. Ada juga ‘cacat’ berupa kelalaian ketika pertarungan antara nafsu dan akal berakhir negatif. Nafsulah yang akhirnya membuat keputusan. Saat itulah, seorang anak manusia melakukan kesalahan. Seperti itu pulakah yang terjadi dengan seorang mukmin?

Kadang orang lupa kalau seorang mukmin pun tetap saja sebagai manusia. Bukan malaikat yang selalu bersih tanpa noda. Sinar iman yang ada dalam hatilah yang akhirnya menentukan. Apakah nafsu yang lagi-lagi bicara, atau iman yang ambil keputusan.

Pertarungan itu begitu sengit. Kekuatan dalam diri saja belum cukup. Karena masing-masing pihak meminta bantuan pihak luar diri. Iman dalam hati dibantu oleh nasihat dan doa dari saudara seiman. Dan nafsu dibantu dengan rayuan setan. Kalau nafsu dan rayuan setan yang jadi pemenang, seorang mukmin tergelincir dalam sebuah kesalahan. Kecil atau besar.

Dari situlah kita mengerti kalau seorang mukmin pun bisa melakukan kesalahan. Tapi, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang menyesal dan meminta ampunan.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya dalam surah Ali ‘Imran ayat 135, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Lalu, patutkah kelalaian dan ketergelinciran itu menjadi bahan gunjingan. Patutkah keburukan yang kita sebut aib itu disebarkan. Sebagian orang mungkin menyebutnya sebagai risiko. “Siapa yang berbuat, harus menanggung akibat!” ucapan itu boleh jadi keluar merespon keburukan yang terjadi pada saudara mukmin. Termasuk mendapat gunjingan isu yang tidak mengenakkan.

Namun, patutkah kalau gunjingan dan menyebarnya aib disebut sebagai hukuman yang setimpal. Adilkah mengumumkan aib seseorang sebagai sebuah hukuman. Persoalan ini akan meluas ketika berhubungan dengan hukum dan keadilan.

Memang, ada sedikit salah pemahaman antara menyebarkan aib dengan pengumuman hukuman. Menyebarkan aib, apa pun alasannya, tetap terlarang karena bukan itu cara yang dibenarkan Islam. Sementara pengumuman hukuman berkait dengan penegakan hukum dan peringatan buat yang membaca pengumuman. Agar, perbuatan seperti itu jangan pernah dilakukan.

Repotnya ketika sebagian orang lebih enjoy dengan menyebarkan aib sebagai dalih hukuman. Isu dan gosip pun jadi kebiasaan. Aib seorang mukmin menjadi tersebar tak karuan.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin seorang mukmin ringan mengumbar aib saudaranya. Padahal, sudah jelas-jelas Allah swt. melarang menceritakan keburukan sesama mukmin. Firman-Nya dalam surah Al-Hujurat ayat 12, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Ada beberapa kemungkinan kenapa seorang mukmin tega mengumbar aib saudaranya. Kemungkinan pertama, lemahnya pancaran iman dalam hatinya. Iman yang lemah mengecilkan hubungan mulia antar sesama mukmin. Tidak ada lagi keberpihakan. Tidak ada lagi pembelaan terhadap saudara yang sedang ‘jatuh’. Semua menjadi gersang. Kering.

Kedua, tersumbatnya nalar sehat. Nalar yang jernih akan menggiring seorang mukmin melakukan cek dan cek. Periksa dan tabayun. Karena boleh jadi, kabar yang tersiar berbeda jauh dari fakta yang sebenarnya. Ada bumbu. Ada fitnah. Firman Allah swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Kemungkinan ketiga, lunturnya nilai-nilai sosial dalam diri seseorang. Orang seperti ini biasanya mudah iri, dengki, dan mutung. Persoalan kecil yang sebenarnya bisa selesai dengan saling memaafkan, bisa panjang karena cara berpikir yang kerdil. Cacat yang tergolong biasa pada diri seseorang, diolah, dan disebarkan menjadi masalah besar.

Ada kemungkinan yang lain. Seseorang terhinggapi penyakit merasa serba tahu. Urusan yang sebenarnya masih samar, terlihat seperti jelas. Ia malu kalau orang menganggapnya tidak tahu. Dari situlah, membuat-buat cerita berlangsung cepat.

Orang seperti itu pula yang tidak bisa memegang rahasia. Padahal rahasia dalam nilai Islam merupakan amanah. Rahasia besar atau kecil.

Hidup dalam kebersamaan memang sulit seperti rerumputan. Setara, sewarna, dan sederajat. Tapi yakinlah, kebersamaan sesama mukmin jauh lebih mulia dari apa pun. Karena kebersamaan itu selalu dalam gerak. Sedangkan rerumputan senantiasa diam.
Powered By Blogger