KAMMI ABDULLAH AZZAM

Jumat, 13 Agustus 2010

Konsep Tarbiyah Akhlak dalam Al-Quran, KRISIS AKHLAQ GERAKAN ISLAM


Sebuah Upaya Rekonstruksi Gerakan Islam Masa Depan

Oleh: DR. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy*

C. Konsep tarbiyyah yang indah dalam Al Quran

Segala puji bagi Allah yang telah mencurahkan nikmat-Nya kepada kita semua. Maha suci Engkau ya Allah, bagi-Mu segala puji sebagaimana Engkau memuji diri-Mu. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Baginda Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya.

Sesungguhnya konsep pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah kita masih merupakan hasil penggabungan teori-teori pendidikan asing yang kita ambil secara bulat, lalu kita bahasakan dengan bahasa arab yang jelas atau pun yang tidak jelas, tanpa memperhatikan perbedaan yang menganga antara tabiat kejiwaan bangsa asing yang merupakan cikal bakal lahirnya teori-teori pendidikan itu dengan tabiat keIslaman yang telah tumbuh mendarah daging dalam diri kita, terlepas dari kuat dan lemahnya tabiat ini dalam diri kita.

Kita tahu bahwa di samping konsep pendidikan memiliki pengaruh pada metode belajar dan prilaku, dalam proses kelahirannya ia juga terpengaruh oleh kondisi lingkungan, budaya, filosofis dan metode belajar. Karenanya konsep pendidikan ini sesuai dengan lingkungan di mana konsep ini tumbuh dan berdialektika. Adalah sebuah kebodohan nyata ketika kita menganggap bahwa ketika konsep ini memiliki kecocokan dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat di mana ia lahir, lalu kita jadikan tolok ukur kesesuaiannya dengan konsep berpikir dan kejiwaan masyarakat yang lain, dengan menerapkan semua aturan dan logika berpikir ilmiahnya.

Sebagai contoh, agama dalam pandangan masyarakat barat adalah hanya sekedar luapan perasaan dan emosi semata, karenanya konsep pendidikan agamanya hanya sekedar menggugah membangun perasaan dan emosi semata, seringkali diungkapan dengan bahasa bias bersayap dan jauh dari logika berpikir ilmiah dan akal sehat. Karena itulah agama dalam masyarakat barat hanyalah fenomena sosial semata.

Padahal dalam pandangan kita, keyakinan agama itu dibangun di atas logika berfikir yang kokoh, tidak mungkin kita memahaminya kecuali dengan melibatkan seluruh potensi logika dan nalar kita. Seandainya kita pakai konsep pendidikan agama mereka yang hanya berdasar pada gerak emosi dan fenomena sosial semata dalam konsep pendidikan agama kita, maka yang terjadi adalah kegagalan dan tidak ada satu pun tujuan pendidikan yang akan kita capai. Kita semua tahu, kerangka umum memakai konsep pendidikan agama kita diadopsi dari prinsip dan metode pendidikan agama barat.

Aqidah dalam pandangan teori filsafat dan pendidikan barat yang terbaru, harus tumbuh dari keinginan dan mengikuti kemauan. Sementara kemauan terhadap sesuatu, yang tidak muncul kecuali karena ada tujuan, adalah yang menumbuhkan dalam akal, bangunan keyakinan akan alam semesta dan keberadaannya sesuai dengan kemauan dan selera mereka. Dan di atas konsep pendidikan ini akal meretas jalannya menuju bangunan ideologi.

Sementara Aqidah dalam pandangan Islam adalah dasar utama bagi setiap kemauan dan keinginan anak manusia, tidak lah keinginan dan kemauan itu mengarah kecuali sesuai dengan yang telah digariskan oleh Aqidah. Karena itulah semua keinginan dan kemauan itu bertolak dari nol, tidak ada yang mengawalnya kecuali akal dan logika, namun dengan syarat keduanya jernih dan sehat. Di atas konsep pendidikan ini, Aqidah kita meretas jalan kepada kebebasan dan kemerdekaan.

Sekalipun begitu, kita tetap mengadopsi konsep pendidikan yang bertolak belakang dengan konsep pendidikan Islam ini dalam pendidikan Aqidah anak-anak kita, sebuah konsep yang dibangun di atas dasar yang bertentangan dan tidak ada titik pertemuannya sama sekali dengan konsep Islam, .

Namun ironinya, para pemerhati pendidikan kita tidak pernah mengadakan penelitian serius tentang bahaya kerancuan ini, sesungguhnya ini bukan hanya sekedar rancu, tapi sudah merupakan sebuah fenomena kemiskinan yang menyakitkan yang menyebabkan para pemerhati itu harus menutup kepala mereka dengan celana dan menjadikan dasi sebagai kaos kaki.

Ini adalah gambaran puncak kehinaan yang menyakitkan, yang menjadikan hati ini menjadi hina dan menghiba. Apa rahasia dan sumber kehinaan ini, ketahuilah rahasia itu tercermin dalam dua hal berikut ini :

Pertama, disiplin ilmu tarbiyah dan ilmu psikologi pendidikannya hari ini dibangun di atas eksperimen dan teori asing, yang mana Islam atau bangsa arab tidak memiliki kontribusi sama sekali, kecuali hanya sebagai plagiator dan penterjamah saja. Seharusnya para spesialis pendidikan Islam memiliki lembaga amanah yang mampu mengontrol dan menyaring setiap teori dan eksperimen asing, kalau tidak, maka ketergantungan pada teori dan eksperimen ini akan menjadi beban berat yang membuatnya tidak pernah melirik konsep pendidikan lain yang berada di luar zona aman dan nyaman mereka terhadap kosep pendidkan tersebut. Mereka tidak akan pernah berusaha untuk merubah kondisi ini, sekalipun di sana sini terdapat kerancuan dan pertentangan yang hebat.

Kedua, Sebagian besar ahli pendidikan kita tidak pernah terbuka pemikirannya sejak mereka bergaul dengan budaya barat, agama yang dalam pandangan kita memiliki kekuatan logika, namun dalam pandangan mereka yang salah disandarkan kepada penilaian dan timbangan agama yang dianut oleh barat. Nilai akhlaq yang menurut pandangan kita berdasarkan pada aqidah, berkaitan dengan hakikat alam semesta dan keimanan kita pada penciptanya, dalam pandangan mereka hanyalah merupakan dugaan yang lahir dari berbagai teori filsafaat yang saling bertentangan. Ketika mereka mengungkapkan kesucian akhlak Islami, maka mereka katakan sebagai "Taqalid" (tradisi), mereka dengan kata ini berusaha untuk membuat image kesucian absurd, sehingga ada kesesuaian antara akhlaq dan kata yang mereka buat-buat ini.

Seandainya mereka mau membuka lembaran Islam yang terpancar dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, mau melakukan studi mendalam terhadap sejarah Islam, gerakan pemikiran dan budaya Islam maka mereka akan melihat batas tegas antara filsafat nilai Islam dan barat, mereka pasti sampai kepada kesimpulan bahwa konsep pendidikan barat tidak mungkin diterapkan sebagai konsep pendidikan Islam, mereka yakin bahwa para ahli pendidikan seharusnya menemukan konsep pendidikan Islam yang valid dari peradaban Islam dan khazanahnya yang kaya, yang telah memberikan peradaban otentik dan kebahagiaan yang eksis dalam waktu yang cukup lama, mereka pasti akan tenggelam dalam studi dan penelitian, lalu menghasilkan sebuah disiplin ilmu pendidikan yang baru, yang berbeda sama sekali dengan teori dan eksperimen yang lalu, dengan karakter dan ciri yang bersesuaian dengan fitrah dan bangunan umat Islam.

Inilah dua fenomena besar yang menjadi rahasia permasalahan pendidikan kita, bahkan keduanya adalah rahasia butuhnya umat Islam kepada konsep pendidikan Islam yang otentik yang tumbuh dari alamnya, sejalan dengan nilai, tujuan dan prinsip-prinsip yang berkembang di dalamnya.

Kalau bukan karena dua hal ini, kita tidak akan bertanya-tanya dengan nada heran, mengapa perpustakaan Islam hari ini dipenuhi dengan buku-buku baru tentang kemukjizatan Al Quran, balaghah dan sastranya, namun kita tidak mendapatkan sama sekali buku-buku tentang metode pendidikan, konsep dan aplikasinya.

Jawabannya adalah, karena ahli bahasa arab dan sastra tidak memiliki bahan materi ilmu mereka kecuali dari Al Quran, gaya bahasa dan sejarahnya. Dengan ikatan mereka terhadap Al Quran mereka mendapatkan nilai lebih keistimewaan bahasa dan balaghahnya. Adapun ahli pendidikan kita tidak memilki bahan materi ilmu mereka kecuali dari teori ilmuwan pendidikan barat dan eksperimen mereka, peran mereka hanya sebagai penerjemah dan plagiator saja, sesekali mereka bisa menerjemahkan konsep pendidikan barat dengan baik, namun pada kali yang lain penerjemahan mereka hanya sekedar memamerkan kreasi yang dibuat-buat. Keterputusan mereka dari Al Quran dengan segudang disiplin ilmu menjadikan mereka sebagai importir dan bukan kreator konsep pendidikan, mereka tak ubahnya menyalakan lilin yang lemah di bawah pancaran sinar matahari yang menyengat.

Adalah anugerah yang sangat agung bagi kami, ketika Allah swt menanamkan ke dalam hati kami cinta Al Quran yang mulia ketika kami masih kanak-kanak, hati kami selalu berbunga-bunga ketika kami membacanya sekalipun saat itu bacaan kami masih belum sempurna, hanya sekedar membaca, tidak ada makna Al Quran yang kami tahu kecuali sangat sedikit. Adalah anugerah yang besar, dengan Al Quran kami bisa mendapatkan kosa kata bahasa arab dan nilai sastranya, kami juga merasakan keindahan balaghah dan seninya. Adalah anugerah yang besar, dengan Al Quran kami menjadi sangat tertarik untuk mempelajari syariat Islam dan ilmunya. Bahkan kami sampai kepada keyakinan bahwa yang membuat kuatnya keimanan kami kepada Allah dan hari akhir adalah Al Quran, yang membawa kami kepada pemikiran yang luas dan wawasan yang luas tentang manusia adalah Al Quran, yang melingkupi hati kami dengan ridha dan keadamaian adalah Al Quran dan sebaik-baik bahasa yang kami gunakan dalam munajah kami kepada Allah di waktu sahur adalah Al Quran.

Ketika kami mengambil spesialisasi ilmu pendidikan di fakultas bahasa arab universitas Al Azhar, kami mendapatkan kuliah dasar-dasar ilmu pendidikan dan psikolgi pendidikan, namun kami mendapati metode belajar mengajar yang dipakai telah menjatuhkan reputasi universitas ini. Kami bertanya-tanya, bukankah dosen-dosen ilmu pendidikan Al Azhar itu mampu menjabarkan konsep pendidikan dan dasar-dasarnya dari selain ilmuwan barat semisal herbert, dalton dan john dewei. Apakah kitab Allah itu sempit dan apakah sejarah peradaban Islam itu tidak mampu memberikan kepada mereka konsep dan metode pendidikan yang lebih layak dibandingkan dengan teori dan eksperimen barat yang tidak pernah tumbuh di bumi kita, yang diterapkan dengan logika mereka bukan logika akal kita, yang dibalut dengan kondisi kejiwaan yang tidak sama dengan kondisi jiwa kita.

Sejak saat itu kami berusaha untuk merenungi kitab Allah dengan cara pandang seorang ahli pendidikan sekalipun kami belum memiliki fasilitas yang memadai, dengan sebuah keyakinan bahwa kitab ini telah mentarbiyah generasi dahulu yang memiliki budaya, logika, jiwa dan tabiat yang berbeda-beda, namun dengan perbedaan itu justru Al Quran mampu menjadikan mereka jiwa yang satu.

Al Quran ini seharusnya menjadi poros bagi prinsip-prinsip dakwah dan metode tarbiyah mereka yang berdiri di atas prinsip-prinsip dasar tarbiyah yang sangat indah, hal ini tidak akan bisa disingkap kecuali oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kemauan untuk mengkaji kitab ini dengan kajian yang serius dan menyeluruh, lalu berusaha dengan tulus untuk mengambil, menyusun dan meletakkannya dalam kerangka yang jelas dan benar.

Sebagaimana kami katakan, sekalipun bekal pengalaman dan ilmu tarbiyah kami hanya sedikit, perenungan ini membawa kami kepada konsep tarbiyah unik di dalam kitab Allah swt. Kami melihat bahwa Al Quran yang penuh mujizat ini, memiliki sarana untuk mengambil hati manusia dan menyampaikan hakikat kebenaran ke dalam akalnya, yang membuat dahi para pemikir dan ilmuwan mengkerutkan dahi mereka.

Kami yakin, bahwa yang kami ketahui dalam hal ini tidak lebih hanyalah seperti riak kecil di lautan ilmu, medan ini sebenarnya bukan medan kami, tapi medan juang setiap orang yang memiliki spesialisasi ilmiah dalam bidang tarbiyah dan dasar-dasarnya. Kitab yang kami bicarakan ini tidaklah seperti kitab-kitab lain yang sering anda lihat, ia adalah lautan yang kaya jika anda selalu membuka mata bashirah dan ilmu, ilmu ini akan melahirkan khazanah ilmu-ilmu lain yang sangat dhasyat dan menakjubkan.

Sekalipun begitu, kami berusaha menjaga riak kecil dari lautan ilmu itu, mengabadikannya dalam buku kecil ini, sehingga buku ini menjadi sebab bagi beralihnya perhatian para pakar tarbiyah pada kitab Allah yang menyimpan banyak ilmu yang bagaikan bintang indah dan agung.

Semoga dengan didorong oleh keihklasan mereka, spesialisasi mereka dalam disiplin ilmu tarbiyah, dan kondisi hati mereka yang bersih dari dorongan agama dan ideologi lain, mereka berhasrat untuk mendekat kepada kitab Allah yang agung, dengan membaca, mengkaji dan mendalaminya dengan serius. Semoga mereka berhenti untuk membebek di belakang teori dan ekspermen asing, yang mana mereka telah lama menggantung kepadanya dalam spesialisasi ilmiah mereka, dengan menganalisa dan mengagungkannya, lalu mereka tergerak berkreasi menemukan dasar-dasar dan konsep baru dalam disiplin llmu tarbiyah, dari kitab Allah yang penuh dengan khazanah ilmu yang selalu mengalir, sehingga mereka memiliki tempat terhormat di hati masyarakat, dan mendapatkan pahala agung di sisi Allah swt.

Dan semoga kami dalam kerja besar ini, memiliki peran kecil untuk menyemangati mereka, dan mendapatkan bagian pahala seperti mereka, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

« مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ ». (رواه مسلم)

"Barang siapa yang menunjukkan seseorang jalan kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala kebaikan orang tersebut yang mau melakukannya." (HR. Muslim)



sumber : era muslim
Komentari · Tidak SukaSuka · Bagikan

Senin, 12 Juli 2010

http://www.eramuslim.com/berita/palestina/hamas-beberapa-antek-zionis-menyerahkan-diri-secara-suka-rela.htm

Hamas: Beberapa Antek Zionis Menyerahkan Diri Secara Suka Rela
Senin, 12/07/2010 08:39 WIB


Periode 60 hari yang ditawarkan oleh Hamas kepada para antek-antek Zionis Israel untuk menyerahkan diri tanpa konsekuensi, membuahkan hasil. Para pejabat Hamas mengumumkan bahwa sejumlah kolaborator telah menyerahkan diri mereka dan saat ini mereka sedang 'dibahas' dalam lingkaran tertutup sehingga tidak membahayakan nama baik mereka.

Pasukan Israel diketahui telah beberapa kali berusaha untuk memaksa warga Palestina menjadi informan mereka dengan imbalan menerima perawatan medis yang diperlukan untuk diri sendiri atau anggota keluarga mereka - sebuah jenis tekanan yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.

Tidak diketahui metode apa yang digunakan untuk merekrut informan tersebut oleh pasukan Israel - yang kemudian dipaksa untuk menyerahkan diri dalam waktu 60 hari dari amnesti yang ditawarkan oleh Hamas.

Namun pemerintah pimpinan Hamas di Gaza mengungkapkan bahwa setidaknya salah satu informan yang meminta amnesti telah memata-matai Perdana Menteri Palestina Ismail Haniyah.

Menurut wakil Hamas, informan itu mengatakan bahwa dia 'mengawasi' Perdana Menteri selama perjalanan ke pantai dan ketika Perdana Menteri pergi untuk joging, dan kemudian mengirim informasi tersebut ke agen Israel dengan menggunakan ponsel Israel.

Dua bulan lalu, pimpinan Otoritas Palestina di Jalur Gaza Hamas enawarkan amnesti kepada para kolaborator dalam waktu enam puluh hari, menjanjikan mereka tidak akan diganggu atau dipenjara jika mereka menyerahkan diri secara suka rela.

Di masa lalu, para pendukung Hamas telah dituduh membunuh para kolaborator atau menyiksa mereka selama berada di penjara. (fq/imemc)


eramuslim.com

Selasa, 29 Juni 2010

Israel Memulai Investigasi "Bo'ongan" Mereka Terhadap Kasus Mavi Marmara
Selasa, 29/06/2010 08:55 WIB

Kepala komite investigasi Israel dalam pernyataan pembukaannya pada hari Senin kemarin (28/6) menyatakan bahwa panitia akan memanggil Perdana Menteri Israel dan Menteri Pertahanan untuk mendengar kesaksian mereka dalam kaitannya dengan investigasi serangan yang diluncurkan oleh pasukan Israel terhadap konvoi kapal bantuan kemanusiaan yang melakukan perjalanan ke Gaza, yang menewaskan sejumlah orang.

Dia mengatakan pengamat internasional dalam Komite, semuanya akan terlibat dalam penyelidikan itu dan menegaskan penyelidikan mereka diterapkan secara ketat.

Setelah pemerintah Israel menolak usulan sekjen PBB Ban Ki-moon yang menuntut adanya penyelidikan internasional, pemerintah Israel minggu lalu telah membentuk sendiri komite tim investigasi mereka sendiri, sebuah komisi penyelidikan yang dipimpin oleh Hakim Jacob Turkel, seorang pensiunan Mahkamah Agung Israel.

Komite ini terdiri dari dua pakar Israel lainnya dalam hukum internasional dan pengamat asing lainnya namun mereka tidak memiliki hak untuk memveto, dan dua orang pengamat asing itu adalah David Trimble, seorang politikus dari Irlandia Utara dan pakar hukum Kanada Ken Etkin yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.

Turkel mengatakan dalam pidato pembukaannya sebelum melakukan pertemuan tertutup yang tidak tercakup oleh wartawan: "Komite memutuskan untuk segera memanggil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dan Ketua Kepala Staf, bersama dengan para pejabat senior lainnya yang dianggap perlu."

Trimble mengatakan bahwa setiap anggota Komite telah menentukan bahwa penyelidikan harus tegas dan berharap melalui investigasi ini akan menjadi sebuah kontribusi positif bagi perdamaian.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menunjukkan kesediaannya untuk memberikan kesaksian di depan komite bersama dengan Menteri Pertahanan Ehud Barak dan Letnan Jenderal Gabi Ashkenazi, kepala staf.

Turkel mengatakan bahwa mandat Komite mengundang mereka untuk melihat apakah penerapan blokade laut oleh Israel terhadap Gaza dan penuntutan sebuah konvoi kapal bantuan adalah konsisten dengan hukum internasional serta investigasi dalam pekerjaan penyelenggara konvoi dan pesertanya.(fq/reu)


sumber : eramuslim

Senin, 28 Juni 2010

20 Cara Menguatkan Iman Anda


Siswa SMA Shalat Dzuhurdakwatuna.com - “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam.” (Ali Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan, barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapatkan kemenangan yang besar.”

Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah saw., kita celaka. Rasulullah saw. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada selain itu, maka dia telah binasa.” (Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab qalban—selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah saw. berkata, “Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana bulu yang menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara terbalik.” (Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan. “Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra’: 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Carilah ilmu syar’i

Sebab, Al-Qur’an berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu.” (Fathir: 28). Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada Allah.

Allah berfirman, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Az-Zumar: 9). Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Mengikutilah halaqah dzikir
Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. “Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?” Hanzhalah menjawab, “Hanzhalah telah berbuat munafik.” Abu Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, “Jika kami berada di sisi Rasulullah saw., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dankehidupan, lalu kami pun banyak lupa.”

Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw. Kata Rasulullah, “Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa’atah, sa’atan, sa’atan.” (Shahih Muslim no. 2750)

Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. “Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat,” begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-Qur’an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk surga.” (Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang shaddiq (sejati), begitu antusias menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan surga. “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (Al-Hadid: 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah swt., “Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Adz-Dzariyat: 17-19)

Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (Shahih Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang memadukan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu’ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya. Tahajjud menambah kekuatan.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: ‘Wahai hamba Allah, ini adalah baik.’ Lalu barangsiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.” (Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah

Rasa takut su’ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su’ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah saw. bersabda, “Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata menangism mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor.” (Shahihul Jami’ no. 4584)

Rasulullah saw. juga bersabda, “Banyak-banyaklah mengingat penebas kelezatan-kelezatan, yakni kematian.” (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindari diri dari berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu Rasulullah menganjurkan kepada kita, “Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.” (Shahihul Jami’ no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi’ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di mahsyar, tentang syafa’at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas, timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.” Rasulullah saw. menjawab, “Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‘Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami’.” (Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, “Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena gerhana itu merupakan tanda kiamat.”

11. Berdzikirlah yang banyak

Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah. “Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (Al-Kahfi: 24) “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lha hati menjadi tentram.” (Ar-Ra’d: 28)

Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan Allah. Sabda Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (Muslim no. 428)

Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah swt.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya. Padahal, hidup di dunia hanyalah sesaat saja.

Allah swt. berfirman, “Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Asy-Syu’ara: 205-207)

“Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (Yunus: 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah

“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (Al-Hajj: 30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun pada diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’

Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.

Memurnikan loyalitas hanya kepada Alah, Rasul, dan orang-orang beriman adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu

Rasulullah saw. bersabda, “Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah juga berkata, “Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (Tirmidzi no. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, wara’, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah berfirman, “Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, “Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.” Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah swt.? Sungguh ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat, “Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hatimu.”

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.
Mengukur Aib Bersama

Oleh: Muhammad Nuh


dakwatuna.com – Kebersamaan kadang tidak selamanya seperti rumput. Selalu setara, sewarna, dan segerak. Ada saja kekurangan di antara sesama mukmin. Karena umumnya manusia memang tidak bisa luput dari aib.

Tak ada gading yang tak retak. Itulah ungkapan sederhana yang memuat makna begitu dalam. Sebuah pengakuan bahwa setiap manusia punya kelemahan dan kekurangan.

Siapa pun kita, selalu ada ‘cacat’. Ada ‘cacat’ berupa ketidaksempurnaan fisik: rupa, penampilan, dan sebagainya. Ada juga ‘cacat’ berupa kelalaian ketika pertarungan antara nafsu dan akal berakhir negatif. Nafsulah yang akhirnya membuat keputusan. Saat itulah, seorang anak manusia melakukan kesalahan. Seperti itu pulakah yang terjadi dengan seorang mukmin?

Kadang orang lupa kalau seorang mukmin pun tetap saja sebagai manusia. Bukan malaikat yang selalu bersih tanpa noda. Sinar iman yang ada dalam hatilah yang akhirnya menentukan. Apakah nafsu yang lagi-lagi bicara, atau iman yang ambil keputusan.

Pertarungan itu begitu sengit. Kekuatan dalam diri saja belum cukup. Karena masing-masing pihak meminta bantuan pihak luar diri. Iman dalam hati dibantu oleh nasihat dan doa dari saudara seiman. Dan nafsu dibantu dengan rayuan setan. Kalau nafsu dan rayuan setan yang jadi pemenang, seorang mukmin tergelincir dalam sebuah kesalahan. Kecil atau besar.

Dari situlah kita mengerti kalau seorang mukmin pun bisa melakukan kesalahan. Tapi, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang menyesal dan meminta ampunan.

Maha Benar Allah dalam firman-Nya dalam surah Ali ‘Imran ayat 135, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Lalu, patutkah kelalaian dan ketergelinciran itu menjadi bahan gunjingan. Patutkah keburukan yang kita sebut aib itu disebarkan. Sebagian orang mungkin menyebutnya sebagai risiko. “Siapa yang berbuat, harus menanggung akibat!” ucapan itu boleh jadi keluar merespon keburukan yang terjadi pada saudara mukmin. Termasuk mendapat gunjingan isu yang tidak mengenakkan.

Namun, patutkah kalau gunjingan dan menyebarnya aib disebut sebagai hukuman yang setimpal. Adilkah mengumumkan aib seseorang sebagai sebuah hukuman. Persoalan ini akan meluas ketika berhubungan dengan hukum dan keadilan.

Memang, ada sedikit salah pemahaman antara menyebarkan aib dengan pengumuman hukuman. Menyebarkan aib, apa pun alasannya, tetap terlarang karena bukan itu cara yang dibenarkan Islam. Sementara pengumuman hukuman berkait dengan penegakan hukum dan peringatan buat yang membaca pengumuman. Agar, perbuatan seperti itu jangan pernah dilakukan.

Repotnya ketika sebagian orang lebih enjoy dengan menyebarkan aib sebagai dalih hukuman. Isu dan gosip pun jadi kebiasaan. Aib seorang mukmin menjadi tersebar tak karuan.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin seorang mukmin ringan mengumbar aib saudaranya. Padahal, sudah jelas-jelas Allah swt. melarang menceritakan keburukan sesama mukmin. Firman-Nya dalam surah Al-Hujurat ayat 12, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Ada beberapa kemungkinan kenapa seorang mukmin tega mengumbar aib saudaranya. Kemungkinan pertama, lemahnya pancaran iman dalam hatinya. Iman yang lemah mengecilkan hubungan mulia antar sesama mukmin. Tidak ada lagi keberpihakan. Tidak ada lagi pembelaan terhadap saudara yang sedang ‘jatuh’. Semua menjadi gersang. Kering.

Kedua, tersumbatnya nalar sehat. Nalar yang jernih akan menggiring seorang mukmin melakukan cek dan cek. Periksa dan tabayun. Karena boleh jadi, kabar yang tersiar berbeda jauh dari fakta yang sebenarnya. Ada bumbu. Ada fitnah. Firman Allah swt. dalam surah Al-Hujurat ayat 6, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Kemungkinan ketiga, lunturnya nilai-nilai sosial dalam diri seseorang. Orang seperti ini biasanya mudah iri, dengki, dan mutung. Persoalan kecil yang sebenarnya bisa selesai dengan saling memaafkan, bisa panjang karena cara berpikir yang kerdil. Cacat yang tergolong biasa pada diri seseorang, diolah, dan disebarkan menjadi masalah besar.

Ada kemungkinan yang lain. Seseorang terhinggapi penyakit merasa serba tahu. Urusan yang sebenarnya masih samar, terlihat seperti jelas. Ia malu kalau orang menganggapnya tidak tahu. Dari situlah, membuat-buat cerita berlangsung cepat.

Orang seperti itu pula yang tidak bisa memegang rahasia. Padahal rahasia dalam nilai Islam merupakan amanah. Rahasia besar atau kecil.

Hidup dalam kebersamaan memang sulit seperti rerumputan. Setara, sewarna, dan sederajat. Tapi yakinlah, kebersamaan sesama mukmin jauh lebih mulia dari apa pun. Karena kebersamaan itu selalu dalam gerak. Sedangkan rerumputan senantiasa diam.

Jumat, 11 Juni 2010

Maaf Wahai Akhi Mujahid.. Inilah Jalannya!

Oleh M. Fachry pada Senin 31 Mei 2010, 05:41 PM


Akhi mujahid tercinta.. duhai engkau yang telah meninggalkan keluarga, harta dan istrimu. Kau tinggalkan kesenangan dan kenikmatan kehidupan fana ini hanya untuk dien Allah 'azza wa jalla.
Akhi mujahid tercinta.. wahai engkau yang mengemban faridhoh jihad, beban dan penatnya. Engkau berdiri di hadapan keangkuhan dan kekafiran dunia dengan kemuliaan dan keagungan demi meninggikan dien Allah 'azza wa jalla.

Akhi mujahid tercinta.. ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa jalan jihad ini sangatlah panjang, sulit, susah, di dalamnya terdapat kepenatan dan kelelahan yang Allah tahu akan semua itu. Begitu juga sebaliknya engkau akan mendapati jalan ini dipenuhi dengan kesenangan, kegembiraan, kemuliaan dan keagungan hingga pena pun tak mampu tuk melukiskan kisahnya, hingga kata-kata tak mampu mengungkapkannya. Dan ini membenarkan berita yang disampaikan oleh nabi kita tercinta -shollallahu 'alaihi wa sallam-, "Jihad adalah satu pintu diantara pintu-pintu surga, yang dengannya Allah lenyapkan rasa gundah dan gulana".

Akhi mujahid tercinta.. aku menyapamu dengan kata-kata yang sederhana ini setelah engkau lihat banyak pembunuhan terjadi di tengah-tengah kita, busur kematian membidik kita dengan sebuah bidikan yang melukai hati beriman! setelah kita melihat tulang belulang saudara-saudara kita, mujahidin, berceceran di mana-mana. Setelah setiap saat kita mendengar tentang kematian saudara-saudara kita, yang telah lama hidup bersama kita di setiap detik hari-hari kehidupan jihad kita. Tapi wahai akhi mujahid tercinta.. aku bisikkan di telingamu dan aku katakan kepadamu: "Maaf.. inilah jalannya!".

Ya, inilah jalan yang dicintai oleh Allah ta'ala, meski jalan ini dipenuhi dengan berbagai kesulitan dan kesedihan, namun dien Allah 'azza wa jalla tidak dan takkan pernah tegak melainkan dengan persembahan darah dan tulang belulang. Dien Allah tidak akan pernah tegak melainkan setelah musuh-musuh kita melihat kesabaran kita, keuletan kita, keteguhan kita di medan laga.

Ya, ini adalah jalan untuk meraih kemuliaan dan kejayaan dien yang tinggi ini, najmul islam dan kaum muslimin. Adapun jalan selain jalan ini maka takkan dan mustahil dien Allah akan tegak di atas pundak orang-orang yang glamour dan suka memudahkan seperti para penyerupa laki-laki dan mereka bukanlah para lelaki!

Sudah berapa banyak kita kehilangan orang tercinta dan terkasih, yang dulunya mereka adalah penolong kita dalam meniti jalan ini setelah Allah 'azza wa jalla. Mereka telah pergi dari dunia kita yang fana ini, sementara itu kita sangat membutuhkan mereka dan pengorbanan mereka untuk dien ini, namun kita menghibur diri dan umat ini bahwa mereka, para ksatria itu, telah mendahului kita menuju surga dan menikmati berbagai kenikmatan dan pemberian dari Sang Maha Mulia. Dan hendaklah kondisi kita sebagaimana yang digambarkan Ibnu Hazm -rahimahullah-:
kematian dari dunia adalah ilmu yang kuungkap .. dan kusebarkan di setiap yang nampak dan ada

seruan kepada al-quran dan sunnah .. yang berusaha dilupakan oleh orang-orang di berbagai ceramah

aku tetapi hujung perbatasan sebagai seorang mujahid .. jika kecamuk mulai beraksi maka aku adalah yang pertama kali menghampirinya

supaya aku temui kematianku dengan keberanian tanpa rasa takut .. dengan tombak dan serpihan-serpihan yang tajam

bertarung dengan orang-orang kafir di tengah-tengah pertempuran .. dan kematian paling mulia bagi seorang pemuda adalah terbunuh oleh orang kafir

ya Robb janganlah Kau jadikan kematianku dengan selainnya .. dan janganlah Engkau jadikan aku bagian dari penghuni kuburan


Dan sebagai penutup, wahai akhi mujahid tercinta.. telah aku jelaskan kepadamu beberapa pilar jalan ini, maka pilihlah untukmu antara kematian yang mulia atau kemenangan yang terpuji, dan jika tidak maka mundurlah di atas tumit dan duduklah bersama orang-orang yang duduk menikmati.

Dan akhir seruan kami adalah; segala puji bagi Allah, Robb semesta alam.
Abu Jihad Al Muhajir
Source : Fajjir Islamic Media

Kamis, 03 Juni 2010

Fidel Castro: Serangan Israel adalah Kemarahan Fasis Nazi

Kamis, 03/06/2010 08:00 WIB | email | print | share

Mantan Presiden Kuba Fidel Castro mengutuk serangan Israel terhadap armada Kebebasan yang ia sebut sebagai "kemarahan fasis Nazi."

Pasukan komando Israel menyerang dan menembak aktivis kemanusiaan yang ada di dalam kapal secara membabi buta, dikutip AFP dari pernyataan Castro dalam sebuah artikel pada hari Rabu kemarin (2/6).

Castro (83 tahun), menulis di kolom rutin untuk media Kuba mengomentari peristiwa-peristiwa yang terjadi dunia.

Castro juga mengatakan tidak mungkin Presiden AS Barack Obama akan mampu melayani persoalan lain di kantornya jika Amerika Serikat tidak meluncurkan serangan nuklir terhadap Iran.

"Apakah mungkin," tanya Castro, untuk Obama dipilih kembali tanpa Pentagon dan sekutunya Israel ... menggunakan senjata nuklir terhadap Iran?"

Laporan itu tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang logika di balik komentar Castro.

Pada bulan April, Obama mengatakan bahwa AS tidak akan menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara yang tidak memiliki kemampuan nuklir bahkan jika mereka meluncurkan serangan kimia atau biologi melawan Amerika Serikat. Namun, ia membuat pengecualian bagi Iran dan Korea Utara.(fq/prtv)


sumber : eramuslim

Rabu, 02 Juni 2010

Kabar Terbaru Relawan Indonesia Dari Gaza, Ust Ferry Nur Sudah Berada Di Yordania



Rabu, 02/06/2010 15:48 WIB 

Sekitar pukul 15.30 WIB, Ust Ferry Nur, ketua KISPA yang berangkat ke Gaza bersama aramada kebebasan dan berada di lokasi penembakan yang dilakukan oleh Israel, menghubungi keluarganya di Indonesia. Keluarga yang bersangkutan langsung pula membagi informasi kepada Eramuslim.

Saat ini menurut Ust. Ferry Nur, beliau bersama 9 orang relawan lainnya yang berasal dari Indonesia sudah berada di Aman, Yordania. Mereka termasuk relawan-relawan yang dideportasi langsung oleh Israel setelah kejadian. Sedangkan dua orang lagi, masih dirawat di rumah sakit Israel karena terluka.

Ust. Ferry mengatakan bahwa saat ini kondisinya beserta aktivis lain sehat wal afiat. Namun belum bisa menentukan kapan akan bisa pula ke Indonesia lagi. Sebaliknya, keluarga Ust. Ferry pun mengabarkan bahwa kondisi keluarganya baik-baik saja dan mengatakan bahwa beliau supaya tenang dalam melaksanakan tugas.

“Pembicaraannya tidak terlalu banyak, karena di sini banyak orang, dan semua orang ingin berbicara dengan beliau.” Ujar Ummu Ala, istri Ust.Ferry Nur, yang dihubungi oleh Eramuslim langsung. (sa)


sumber : eramuslim

Sabtu, 29 Mei 2010

syajaratul Iman (pohon keimanan)


Keimanan yang kokoh menjadi perisai bagi setiap kader dakwah. Dan hal ini hendaknya menjadi sebuah kelaziman. Sehingga keimanan itu betul-betul bak perisai kuat untuk menahan lajunya serangan musuh yang senantiasa datang silih berganti. Perisai ini wajib selalu  berada di tangan aktivis dakwah. Ia tak boleh lepas sekejappun apalagi hilang tak berketentuan arah. Keimanan yang diumpamakan perisai itu berawal dari kekuatan tauhid yang tertanam dalam sanubarinya. Tauhid yang kuat dan bersih dari berbagai penyimpangannya. Ia diasaskan dari kalimat yang baik (kalimatun thayyibah) yang terikat dalam jiwanya. Kalimat yang baik dari kekuatan tauhid ini lantaran persaksian dan komitmen loyalitasnya pada Sang Maha Perkasa. Hingga kalimat itu, Allah SWT umpamakan seperti pohon yang baik.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ . تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim: 24 – 25).

Pohon ini tiada duanya di muka bumi ini. Ia tumbuh subur dan berkembang pesat dan mampu melawan serangan hama dan penyakit. Sehingga ia menghasilkan buah yang tak pernah henti. Malah menumbuhkan pohon-pohon lainnya. Itulah pohon keimanan.

Disebut Syajaratul Iman (Pohon Keimanan) lantaran keimanan yang kokoh laksana sebuah pohon yang selalu memberikan manfaat yang amat banyak;

- Buahnya dapat dikonsumsi oleh setiap makhluk yang menginginkannya.

- Dahannya dapat menjadi sarang serta tempat bertengger burung-burung.

- Daunnya yang lebat menjadi tempat berteduh musafir yang lewat.

- Akarnya menyimpan persediaan air untuk bumi yang tandus.

Inilah pohon keimanan yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziyah. Beliau mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT. menyerupakan pohon iman yang bersemi dalam hati dengan pohon yang baik. Akarnya menghunjam ke bumi dengan kokoh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan buah setiap musim. Jika engkau renungkan perumpamaan ini tentulah engkau menjumpainya cocok dengan pohon iman yang telah mengakar kokoh ke dalam dan di dalam hatinya. Sedang cabangnya berupa amal-amal shalih yang menjulang ke langit. Pohon itu terus menerus mengeluarkan hasilnya berupa amal shalih di setiap saat menurut kadar kekokohannya di dalam hati. Kecintaan, keikhlasan dalam beramal, pengetahuan tentang hakikat serta penjagaan hati terhadap hak-haknya’.

Diantara para ulama penafsir Qur’an mereka berpandangan bahwa yang dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits riwayat Ibnu Umar RA. Dalam kitab shahih. Ar Rabi’ Ibnu Anas mengatakan bahwa orang mukmin itu pokok amalnya menghunjam ke bumi sedang buah amalnya menuju langit lantaran keikhlasannya dalam beramal.

Ibnul Qayyim mengatakan, ‘Tidak ada perbedaan diantara ke dua pendapat itu karena makna yang dimaksud tamsil ini adalah sosok orang mukmin sejati. Sedang pohon kurma adalah sebagai gambaran yang menyerupainya dan dari diri orang mukminlah sebagai sosok yang diserupakannya’.  Pohon-pohon keimanan ini tumbuh dan berkembang bahkan menumbuhkan pohon lainnya.

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitabnya Ar Raqa’iq menggambarkan bahwa pohon-pohon itu bak laksana kumpulan tanaman taman nan indah. Setiap orang yang melihat pasti ingin berteduh didalamnya. Setiap melihat buah mesti tangan ingin menjamahnya. Pokoknya taman itu amat menarik hati. Pohon-pohon yang tumbuh di taman nan menawan itu adalah:

1. Syajaratut Tha’ah (Pohon Ketaatan)

Dari tempat kamu berteduh di bawah pohon iman itu kamu dapat mencium aroma wewangian bunga yang semerbak di dekatnya. Itu bersumber dari sebuah pohon yang disebut syajaratut tha’ah, yakni pohon ketaatan. Ia menjadi saksi terhadap keridhaan Allah saat dilimpahkan di hari turunnya ayat berikut:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (Al-Fath:18)

Orang yang berteduh di masa sekarang akan senantiasa mendapatkan ketenangan hati dan tidak mudah goyah karena faktor terhalangnya mendapatkan sesuatu atau tertinggal olehnya. Ia tetap tabah menunggu kemenangan yang akan diraihnya. Ia juga berada dalam arus gerakan Islam untuk selalu menunaikan tugas-tugas dan tanggung jawabnya. Ia setia dengan beban yang terpikul di pundaknya. Dengan sikap itu ia mampu meruntuhkan mercusuar kesesatan. Sedang ia telah menyatakan janji setia kepada Islam untuk mati sebagai tebusannya. Pohon ketaatan ini bersumber pada akar pengabdian yang utuh pada Sang Maha Pencipta. Sudah semestinya pohon ketaatan itu tumbuh subur di hati kader dakwah.

2. Syajaratut Tirhab (Pohon Penyambutan)

Pohon ini dinamakan pohon penyambutan. Ini untuk menyambut mereka-mereka yang sedang berjuang untuk mempertaruhkan hidupnya agar meraih kemuliaan di sisi Rabbnya. Jika Allah memilih untuk menimpakan musibah kepadamu sebagai jalan untuk meraih anugerah keridhaan-Nya. Dan kamupun mengalami cobaan berat hingga memaksamu berlindung di bawah syajaratut Tirhab, pohon penyambutan. Ini dilakukan untuk mencari ketenangan di bawah naungannya seraya menggerakkan pokoknya agar melimpahkan sebahagian dari berkahnya kepadamu. Dan engkau melakukan sikap sebagaimana yang dilakukan ibunda Maryam AS. Ketika bumi terasa sempit olehnya. Maka terdengarlah suara yang menyeru kepadanya:

وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا . فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

“Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Maryam: 25 – 26).

Maka engkau mendapat makan dari buahnya yang telah masak dengan rasa puas tanpa berlebihan. Di sana engkau beroleh minuman yang segar dari sungai kecil yang mengalir di hadapanmu dengan mencidukkan kedua tanganmu kepadanya tanpa harus bersusah payah. Pohon ini berdiri pada pokoknya yakni kecintaan untuk menghariba kepada Rabbul Izzati. Dengan penuh ketaqwaan dan keyakinan akan perjumpaannya. Bagi seorang kader dakwah mendekatkan diri untuk menghamba kepada Allah SWT menjadi keharusan. Agar ia senantiasa dalam kondisinya yang prima. Tidak lapar dan tidak pula kehausan. Ia dapat memenuhi hak dan kebutuhan hidupnya dalam memperjuangkan ajaran-Nya.

3. Syajaratul Wafa’ (Pohon Kesetiaan)

Kesetiaan adalah tanda kecintaan. Dan kecintaan merupakan prasyarat dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan kecintaannya. Nabi Muhammad SAW. mempunyai tanaman sendiri sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits, bahwa banyak pohon yang menyaksikan beberapa peristiwa dari perjalanan hidupnya yang mulia. Sebagai isyarat yang menunjukkan adanya hubungan ini. Terkadang sebagai gambaran untuk menyadarkan orang yang lalai. Diantaranya adalah syajaratul wafa’, pohon kesetiaan. Sebagai tanda adanya komunikasi di antara ruh-ruh yang selalu ingat. Pohon ini dapat mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada yang berhak menerimanya serta mengakui kebaikan yang diberikannya.

Ia adalah batang pohon kurma yang merintih saat ditingalkan. Jabir bin Abdullah RA. meriwayatkan, ‘Dahulu ada sebatang pohon kurma yang digunakan oleh Nabi SAW. untuk pijakan tempat berdirinya. Setelah dibuatkan mimbar untuk Nabi, kami mendengar dari batang kurma itu suara rintihan seperti rintihan unta yang sedang hamil besar. Hingga Nabi saw  turun dari mimbarnya lalu meletakkan tangannya pada batang itu barulah batang pohon itu diam’. Batang pohon itu mengeluarkan suara rintihan seperti rintihan unta betina hamil besar. Peristiwa ini merupakan salah satu mukjizat Nabi SAW. Sebatang pohon yang diberikan penghormatan kepadanya lalu ia membalasnya. Manakala ditinggalkan ia merasa sedih sehingga kesedihannya itu melahirkan suara rintihan. Sekarang tiada seorangpun diantara kita melainkan di rumahnya terdapat kitab hadits. Seakan-akan Nabi saw berdiri di hadapannya mengajarkan urusan agama dan mengajarinya hukum-hukum syariat Islam. Maka sudah selayaknya bagi manusia seperti kita berterima kasih dan membalasinya dengan ketaatan dan kesetiaan pada ajaran yang dibawanya. Kita telah mendapatkan pelajaran yang amat bagus dari sebatang pohon kurma. Maka kita sebenarnya yang amat patut melakukan hal itu dan menterjemahkannya dalam sikap kita terhadap dakwah dan ajaran ini. Sepatutnya kita pun para kader dakwah merintih karena tidak dapat berbuat banyak untuk memberikan kontribusi pada dakwah ini sebagaimana orang-orang yang disebutkan Allah SWT. dalam kitab-Nya Allah berfirman:

وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلَّا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ

“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”. (At-Tauabh:92).

4. Syajaratut Tsabat (Pohon Keteguhan)

Keteguhan menjadi hal yang amat urgen dalam mengemban amanah mulia. Karena godaan dan rintangan akan selalu datang silih berganti. Karena itu bagi aktivis dakwah ia amat memerlukan pohon keteguhan. Engkau dapat berlindung dibawahnya di hari manusia berpecah belah karena kecenderungannya yang berbeda-beda. Engkau mencari selamat dengan meninggalkan semua golongan yang berpecah belah itu. ‘Sekalipun engkau harus menggigit akar pohon (yakni berpegang teguh pada prinsip meskipun hidup menderita)’.

Oleh karena itu berlindunglah pada pohon keteguhan ini untuk mengeraskan gigitannya. Seandainya engkau bayangkan keadaan yang sebenarnya tentulah hatimu menjadi ragu dan bergetar penuh kecemasan. Antara perasaan takut bila pegangannya mengendur lalu terbawa arus dan harapan untuk tetap bertahan demi mencapai keselamatan.

Akan tetapi sari pati cairan yang dikeluarkan oleh pohon itu membuat kamu segar karena mendapat minuman darinya. Sedang manusia saat itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Tenggorokanmu basah lagi sejuk, sehingga menambah keras gigitanmu terhadapnya, seakan-akan kamu menghisap keteguhan dan kekokohan darinya bagaikan bayi lapar yang sedang menyusu. Pohon keteguhan ini juga menjadi alat Bantu untuk menghadapi cobaan dan ujian komitmen dari berbagai rayuan dunia yang memikat. Dari pohon itu kader dakwah tidak akan goyah karena daya tarik material duniawi yang fana. Ia tidak seperti orang-orang yang lalai dari kesetiaannya karena tergoda oleh ikan-ikan yang bermunculan pada saat mereka harus menunaikan komitmen itu.

وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ لَا تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada disekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik”. (Al-A’raf:163).

5. Syajaratul Unsi (Pohon Penghibur)

Pohon ini menjadi penghiburmu di saat kamu sendirian dan kelembabannya meringankan (membasahi) keringnya kesalahanmu. Pohon ini ditanam oleh Nabi saw, saat beliau melalui dua kuburan yang sedang diazab. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Nabi SAW. ‘Beliau mengambil sebatang pelepah kurma yang masih basah. Dan membelahnya menjadi dua bagian lalu menancapkan kepada masing-masing dari kedua kuburan itu satu bagian. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kenapa engkau lakukan itu?’. Rasulullah SAW. menjawab, ‘Mudah-mudahan azab diringankan dari keduanya selama kedua pelepah ini belum mengering’.

Buraidah Al Aslami RA. memahami hal ini sebagai tuntutan yang dianjurkan. Oleh karena itu ia berwasiat agar ditancapkan di atas kuburannya nanti dua batang pelepah kurma. Orang-orang pun mengikuti jejaknya dalam hal ini. Ada kalanya kita tidak dapat terlepas dari dosa-dosa kecil yang mencemari keikhlasan amal kita atau dari keterpaksaan mengejar sisa-sisa yang ada di tangan ahli dunia dari harta yang memperdayakannya. Yang biasa dibarengi dengan begadang yang merusak kesehatan dan dirundung oleh kegelisahan yang membuat diri kita tidak dapat tidur. Sehingga tubuh ini menjadi lemah untuk persiapan kerja di pagi hari. Barang kali dengan meluangkan waktu sejenak untuk berteduh di bawah pohon ini agar dapat meringankan beban hidupmu. Tentu hiburan bagi aktivis dakwah bukanlah dengan lantunan nasyid-nasyid dengan iringan bunyi musiknya atau juga bukan dengan tontonan yang melalaikannya. Akan tetapi hiburannya melalui dengan mengenang sejarah kehidupan umat terdahulu yang diabadikan kebaikannya serta mengingat akan janji balasan yang akan diberikan Allah SWT. pada orang-orang yang beriman. Sehingga dapat menggambarkan kenangan indah di hatinya akan kehidupan orang-orang yang telah berada di negeri cahaya yang penuh berkah.

6. Syajaratul Mufashalah (Pohon Pemisahan)

Pohon pemisahan ini menjadi saksi tentang sempurnanya akan kebersihan sarana yang digunakan oleh seorang muslim dalam mencapai tujuannya yang bersih. Demikian itu terjadi ketika ada seorang musyrik yang ingin bergabung memberikan bala bantuan kepada pasukan kaum muslimin dalam perjalanannya menuju medan perang Badar. Orang musyrik itu memberikan bala bantuan atas dasar fanatisme golongan untuk membela kaumnya. Ketika pasukan kaum muslimin sampai di sebuah pohon besar yang menjadi rambu jalan sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah RA. Lalu orang musyrik itu hendak bergabung. Maka Nabi menoleh kepadanya dan mengatakan, ‘Kembalilah kamu, aku tidak meminta bantuan dari orang musyrik’.

Maka ketetapan ini terus berlaku sebagai prinsip yang tidak pernah ada pengecualiannya. Kecuali hanya dalam kejadian-kejadian yang terbatas dan langka. Oleh karena itu prinsip ini tetap menjadi pijakan dalam amal dakwah kita agar tidak mengemis meminta-minta balas bantuan dari orang yang memusuhi dakwah. Apalagi potensi yang dimiliki umat masih melimpah ruah untuk didayagunakan.

7. Syajaratul Istighfar (Pohon Meminta Ampunan)

Pohon istighfar berupa pohon anggur yang banyak buahnya. Apabila ada seorang tamu yang mampir ke rumah pemiliknya maka ia akan memetik setangkai buah itu lalu disodorkan kepadanya untuk mencicipinya. Setelah itu tentu seseorang yang bertandang itu akan merasakan kepuasan yang teramat sangat. Kemudian pada hari yang lain. Isteri pemilik kebun anggur itu mengatakan kepada suaminya. ‘Cara seperti itu tidak etis kepada tamu, sebaiknya engkau ikut memakan separuh jamuanmu guna menyenangkan hatinya dan sekaligus sebagai pernghormatan padanya’. Suaminnya menjawab, besok aku akan lakukan hal itu. Keesokan harinya, setelah tamunya memakan separuh hidangan yang disajikan kepadanya. Lalu lelaki pemilik kebun itu ikut serta memakannya. Tatkala ia mencicipinya terasa anggur itu masam dan tidak enak untuk dimakannya. Ia pun meludahkannya dan mengernyitkan kedua alisnya keheranan atas kesabaran tamunya yang mau merasakan buah seperti itu. Namun tamu itupun menjawabnya. ‘Sesungguhnya aku telah memakan buah ini dari tanganmu sebelumnya selama beberapa hari dengan rasa manis tetapi sekarang ini aku tidak suka memperlihatkan kepadamu rasa tidak enak pada buah ini sehingga membuatmu menyesali pemberianmu yang lalu’.

Apa yang disebutkan di atas ini bukanlah kisah ngawur melainkan sebagai tamsil perumpamaan yyang dibuat untuk para dai yang mengusung dakwah ini. Karena itu dengarkanlah baik-baik. Hal ini merupakan ungkapan kisah yang dijabarkan kepadamu untuk mendekatkan kepahamanmu kepadanya agar mudah kamu cerna.

Tidak seorangpun di antara orang-orang yang ada disekitarmu yang terpelihara dari kesalahan dan benar selalu adanya. Oleh karena itu jika ada saudaramu yang berbuat kekeliruan maka janganlah kekeliruannya itu mendorongmu untuk mendiamkannya tidak mau bergaul lagi dengannya. Tidak sabar terhadapnya atau mendiskriditkannya. Bahkan jangan pula kamu mencelanya melainkan bersabarlah kepadanya. Dan tahanlah emosimu. Dan kamu harus memaafkannya dalam hatimu karena mengingat kebaikannya yang terdahulu dan perilakunya yang baik dan penghormatannya kepadamu. Karena barangkali dia dapat membantumu untuk bertaubat atau menolongmu saat kamu belajar sebagai pelayan pendamping atau teman begadangmu atau dia mengajarkan kepadamu suatu bidang pengetahuan yang diajarkan Allah kepadanya dan hal-hal baru yang belum kamu ketahui.

8. Syajaratuz Zuhud (Pohon Zuhud)

Jika engkau telah beroleh faedah dan menebarkan keadilan maka sudah saatnya bagimu untuk membaringkan diri di bawah sebuah pohon yang ramping lagi banyak buahnya dan bunganya. Keindahannya memukau pandangan orang yang melihatnya dan membuat orang yang menikmati keindahannya berdecak kagum karena selera penanamnya begitu tinggi.

Itulah pohon zuhud. Yaitu pohon yang bersemi di dalam hati. Jenisnya lain dari yang lain. Belum pernah ada seorang pun yang menanam hal yang semisal itu sehingga terlihat sangat indah. Penanamannya menggambarkan pohon itu bagai syair berikut:

Zuhud telah menanamkan pohon dalam kalbuku

Sesudah membersihkannya dari bebatuan dengan susah payah

Dia menyiraminya sesudah menancapkannya ke bumi dengan air mata yang dialirkan

Manakala di melihat burung-burung perusak tanaman terbang mengelilingi pagarnya

Dia mengusirnya

Aku tidur di bawah naungan yang rindang dengan hati yang senang

Dan mengusir semua yang mengganggunya

Kemudian aku berjanji setia kepada Tuhanku

Seperti itulah Bai’atur Ridwan dilakukan di bawah pohon untuk memberikan janji setia. Rasakanlah kamu menjadi salah seorang diantara mereka yang melakukan hal itu. Dan kamu bersama di tengah-tengah mereka. Dirimu dipenuhi oleh semangat bai’at janji setia sampai mati di jalan Allah SWT. demi membela ajaran ini tegak di muka bumi.

9. Syajaratul Hilm (Pohon Penyantun)

Imam Hasan Al Banna telah memahami seni menanam pohon keimanan ini. Karena itu ia menanamkan kepada kita pohon Kesantunan. Beliau menggambarkannya sebagai berikut: ‘Jadilah kamu seperti pohon yang berbuah. Manusia melemparinya dengan batu sedang ia melempari mereka dengan buahnya’.

Sesungguhnya ia telah memberikan gambaran yang baik dan masukan yang berfaedah. Karena sesungguhnya kebanyakan manusia cepat cenderung kepada kejahilan sehingga mendorong mereka untuk mendustakan para da’i dan menyakiti mereka dengan cara batil. Seandainya seorang da’i bersikap jahil seperti orang jahil itu dan membalas keburukan dengan keburukan semisal, niscaya akan lenyap dan pudarlah nilai-nilai kebajikan itu. Sebenarnya sikap yang harus diambil seorang da’i adalah berlapang dada, mengharapkan pahala Allah dan memohon ampunan bagi kaum yang tidak mengerti itu.

Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid menandaskan bahwa pohon keimanan itu mesti diberi pupuk dan disiraminya disetiap waktu. Dirawatnya dengan baik agar tidak dimakan hewan yang mendatanginya atau dihinggapi hama penyakit. Ia pun perlu diselamatkan dari tangan jahil manusia yang sering usil untuk memetik buahnya sebelum masanya. Ia perlu penjaganan yang ekstra agar pohon-pohon itu memberikan buahnya bagi dakwah ini. Itulah Tsamaratud Da’wah (Buah Dakwah). Yakni kader-kader dakwah yang militan yang menyediakan dirinya untuk melayani dakwah ini dan berkhidmat terus demi tegaknya ajaran ini.  Bila pertumbuhan kader ini terus tumbuh dari berbagai segmen dan usia secara seimbang maka dakwah ini akan mengalami tingkat produktifitas yang amat tinggi. Intajiyatud Da’wah (Produktivitas Dakwah). Dengan begitu mewujudkan misi utama dakwah ini untuk mencapai perubahan nilai dan norma akan semakin terrealisir.

Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107).

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Al-Anfal:39).


sumber : al-ikhwan

Minggu, 23 Mei 2010

dm 1 azzam giribangun

Posted by Picasa

Prinsip-Prinsip Dakwah Ikhwan


Prinsip Pertama

Berhukum kepada al-Kitab dan as-Sunnah. Prinsip yang sama sekali tidak boleh dilanggar adalah berhukum kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Allah telah memerintahkan kita untuk itu,

“Dan apa-apa yang kalian perselisihkan di dalamnya dari sesuatu maka hukumnya (kembali) kepada Allah.” (QS. asy-Syura: 10)

“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin kalian. Bila kalian berselisih dalam sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir, itulah yang paling baik.” (QS. an-Nisa:59)

Allah memerintahkan kita untuk mentaati Rasul-Nya saw., kemudian mentaati pemimpin. Dan bila terjadi perselisihan, baik antara kita dengan pemimpin atau antara sesama kita, maka harus dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Karenanya Imam Hasan al-Banna rahimahullah mengatakan dalam prinsip kedua, "Dan al-Qur'anul karim dan Sunnah yang suci adalah rujukan setiap muslim dalam mengenali hukum-hukum Islam. Al-Qur'an difahami sesuai dengan kaidah bahasa Arab tanpa berlebihan dan over. Sedangkan pemahaman sunnah yang suci dikembalikan kepada para tokoh hadits yang mulia."

Prinsip kedua

Setiap orang perkataannya dapat diambil atau ditolak kecuali al-ma'shum (yang terpelihara dari dosa) yakni Rasulullah saw. Tentang hal ini Ustadz Hasan al-Banna mengatakan dalam prinsip keenam, “Setiap orang dapat diambil perkataannya atau ditinggalkan kecuali al-ma'shum Rasulullah saw. Dan setiap yang datang dari para salaf ridhwanullahi 'alaihim yang sesuai degan al-Kitab dan Sunnah kami terima. Bila tidak maka Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya lebih utama untuk diikuti. Akan tetapi kami tidak menyebut pribadi-pribadi tertentu yang berselisih dalam hal ini melalui cacian atau penghinaan. Kami serahkan mereka dengan niat mereka kepada Allah, dan mereka akan memperoleh balasan apa yang telah mereka perbuat."

Terkait dengan hal inilah Ustadz Hasan al-Banna mengatakan, "Karena itu setiap orang, kecuali al-ma'shum saw., dapat diambil perkataannya atau ditolak."

Perkataan seseorang dapat dijadikan sandaran, selama memiliki dalil yang jelas tentang kebenarannya, dan ditolak selama tidak jelas petunjuk kebenarannya.

Dalam hal ini, ketika Ikhwan mengangkat perkataan para ummat terdahulu dari para imam fiqih, dan bahasa Arab, tidak terbetik dalam hati kami bahwa kita wajib hukumnya mengikuti mereka, apapun yang mereka katakan.

Meskipun demikian kami tetap berhujjah dengan perkataan mereka dan merekalah imam-imam fiqih, yang mengetahui berbagai uslub fiqih. Karenanya, Ikhwan juga tidak membolehkan seseorang berhujjah dengan apa yang tertera pada majalah yang dikeluarkan Ikhwan, atau juga dengan buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ikhwan.

Seluruhnya harus dikembalikan oleh al-Kitab dan sunnah yang suci. Seandainya hal tersebut tidak dilarang, niscaya semua orang dapat menghancurkan semua da'wah yang ada di medan da'wah dan harakah.

Prinsip Ketiga

Hasan al-Banna bukanlah sekedar seorang alim yang memberi pelajaran pada murid-murid sekolah, menganalisa masalah-masalah ilmiyah. Hasan al-Banna adalah seorang yang selalu memfokuskan perhatiannya pada gejolak ummat Islam, keterbelakangan dan kejauhan mereka dari agama mereka, kebodohan mereka terhadap Islam, penguasaan musuh-musuh atas mereka, sehingga beliau ingin mengembalikan kejayaan ummat ini kembali, dengan membina pribadi Islam, dan jama'ah Islamiyah yang dapat mengembalikan keashalahan (kemurnian), dinamika dan kebaikan ummat Islam.

Sedangkan tokoh yang orientasinya membina masyarakat dalam hal ini, bukanlah seperti orang alim yang mengatakan kalimat yang haq kemudian pergi dan tidak perduli pengaruh yang ditinggalkan akibat perkataannya itu.

Hasan al-Banna mengamati banyak hal, ia berjalan selangkah demi selangkah, meletakkan tahapan dalam beramal, di mana setiap tahapan ia bangun hingga pada taraf tertentu kemudian baru dilanjutkan pada tahapan berikutnya.

Hasan al-Banna dalam hal ini selalu berhadapan dengan berbagai realitas pahit. Para pendukung kebenaran hanya sedikit. Dan mereka yang mampu menyempurnakan bangunan dengan baik dari yang sedikit itu lebih sedikit lagi. Jumlah yang sedikit inilah yang harus meretas jalan, di tengah terpaan angin, di tengah kehidupan yang telah di penuhi khurafat, bid'ah dan ikhtilaf.

Hasan al-Banna membangun sebuah bangunan yang tak dapat dilakukan dalam waktu sehari, bahkan satu bulan. Berhadapan secara frontal dengan realitas dan kebatilan yang tak mungkin selesai dengan satu kali gempuran.

Orang-orang yang melemparkan kritik, sambil duduk di balik tumpukan buku dan menghakimi da'wah Syaikh Hasan al-Banna, telah melakukan kesalahan besar. Mereka tidak mengetahui apa tujuan yang diinginkan syaikh dalam da'wahnya.

Sebagian mereka menilai da'wah Ikhwan hanya dari satu tahapan ke tahapan lainnya, sementara yang lainnya tidak dapat menggambarkan harakah secara utuh. Mereka mengira bahwa syaikh dan da'wahnya bertentangan dengan mereka, karena mereka tidak menguasai harakah dan karakteristik da'wah Hasan al-Banna pada tahapan-tahapannya.

Sementara ada pula sebagian yang melihat pada sekelompok orang yang dirangkul oleh jama'ah dan tengah dibina di pangkuan da’wah. Dari sanalah orang-orang itu menilai da'wah, karena menggenalisir dan menyangka bahwa semua mereka adalah anggota Ikhwan.

Yang lain lagi mengkritik harakah berdasarkan prilaku, aqidah dan persepsi anggotanya. Sebagaimana orang-orang kafir menilai prilaku kita kaum muslimin, tanpa dilandasi paradigma dan prinsip yang kita sepakati.

Para kritikus itu memiliki manhaj yang beragam, sumber yang berbeda-beda, setiap orang melihat kebenaran pada satu sisi dan mengklaim da'wah Ikhwan sebatas apa yang mereka anggap benar. Bisa jadi orang lain yang benar, dan bisa jadi dia yang benar. Akan tetapi, karena keragaman manhaj dan sumber tadi, objek kritikannya pun hanya berkisar pada masalah-masalah parsial.

Sesungguhnya Syaikh Hasan al-Banna ingin mengembalikan sebuah arus Iman Islam, yang telah tersingkir dari dada ummatnya. Ia mengikat para pengikutnya dengan ikatan ukhuwwah Islamiyah, melakukan da'wah Islam disana sini, masuk ke dunia akademis, bergerak di bidang militer, hingga kementerian.

Al-Banna mengarahkan masyarakat kepada Islam sesuai pemahaman yang sederhana dan jelas. Terkadang ia mengemas da'wahnya dengan apik agar ummat terhindar dari perpecahan. Meskipun para pengikutnya memiliki pemahaman yang bertingkat-tingkat, namun ia mampu menghimpun mereka dan mendorong arus Islam ini secara umum, serta dapat berinteraksi dengan arus dan menerima perkembangan.

Inilah ruang lingkup yang harus dilihat pada Harakah Ikhwan. Suatu pandangan yang parsial tidak akan bermanfaat sebelum mengetahui ruang lingkup tersebut.

Hasan al-Bana bukan guru spesialis aqidah, atau fiqih. Ia adalah da'i penyeru ummat manusia pada Islam, melakukan pembinaan di atasnya, mengarahkan serta menghimpun manusia kepada Islam. la memiliki pemahaman yang baik terhadap Islam. Akan tetapi ia meletakkan rambu-rambu dan batasan yang tidak berarti pemisahan atau juz'iyah.

Selanjutnya, kita dapat mendiskusikan beberapa tulisan yang mengkritik Jama'ah Ikhwan. Dan dalam menilai pergerakan harakah Islamiyah ini ada beberapa hal yang perlu disepakati:

Pertama, Ketika kami berbicara tentang Ikhwan ,"Salafiyah" bukanlah istilah teknik untuk suatu jamaah, melainkan bentuk pemahaman terhadap Islam dalam menghadapi berbagai faham lain dari berbagai kelompok yang menyimpang. Pemahaman ini ada sejak awal sejarah Islam.

Pada dasarnya, seluruh du'at harus menjalani manhaj Salaf ridhwanullahi'alaihim, bergerak dengannya baik secara pemahaman, amalan dan aqidah. Salafiyah bukan sebuah jama'ah dari jama'ah-jama'ah, dan bukan merupakan satu hizb dari berbagai hizb yang ada.

Kedua, Tuduhan bahwa Ikhwan tidak memiliki persepsi aqidah yang jelas adalah propaganda yang membutuhkan bukti. Dan apa yang disebutkan para kritikus itu tidak dibangun di atas dalil.

Syaikh Hasan al-Banna telah meletakkan dasar-dasar aqidah yang jelas dalam banyak tulisannya. Dalam hal ini beliau selalu merujuk pada al-Qur'an dan Sunnah. Pada keduanyalah terdapat kehidupan dan kesembuhan hati.

Syaikh Hasan al-Banna mengetahui dengan baik perbedaan yang terjadi antara mazhab salaf dan khalaf. Akan tetapi melalui kepekaan seorang da'i ditengah konspirasi musuh-musuh lain, beliau ingin mendekatkan berbagai sudut pandang. Ia berupaya menjelaskan bahwa perbedaan antara salaf dan khalaf bukanlah perbedaan besar. Semestinya pendapat seperti ini tidak harus memunculkan fitnah terhadapnya.

Adapun bahwa beliau mengajak untuk saling menolong di antara kelompok Islam dan madzhab Islam, maka upaya untuk mewujudkan itu tidak membahayakan selama seorang muslim mengetahui manhaj yang benar, dan tetap berpegang teguh kepadanya.

Cukuplah bahwa Syaikh Hasan al-Banna memberi rambu-rambu pemahamannya sebagaimana terdapat pada ushulu al-'isyriin.

Syaikh Hasan al-Banna juga tidak lupa menyebutkan masalah tashawuf yang dimaksud dengan pembinaan jiwa dan pembinaan perilaku, jauh dari khurafat, bid’ah, suatu pola yang telah banyak mendapat pujian dari banyak orang.

Rincian Tuduhan dan Jawaban

Tuduhan bahwa Ikhwanul Muslimin Tidak Memiliki Persepsi Aqidah yang Jelas

Ketika membahas manhaj aqidah Ikhwan, kami telah menjelaskan bahwa aqidah Ikhwanul Muslimin adalah sebagaimana aqidah salafiyyah. Karenanya, Hasan al-Banna begitu besar perhatiannya terhadap masalah aqidah.

Beliau mengatakan, "Yang saya maksud dengan ukhuwwah adalah agar hati dan ruh kaum muslimin itu bersatu dengan ikatan aqidah, sebagai ikatan yang paling kokoh dan kuat."

Masalah aqidah dibahas secara detail dan jelas:

Dalam al-Ushul 'isyriin, masalah tersebut secara gamblang dan rinci dijelaskan dalam poin berikut:

  • Prinsip pertama dan kedua, tentang aqidah dan hubungannya dengan amal perbuatan. Inilah aqidah yang-benar dan ibadah yang lurus. Serta al Qur'an dan Hadits sebagai rujukannya.
  • Prinsip ketiga: Pengaruh Iman terhadap diri muslim.
  • Prinsip keempat:, Tentang jimat dan berbagai bentuk kemusy- rikan dan bid'ah yang harus diperangi.
  • Bagian terakhir dari prinsip kesembilan: Tentang penghormatan terhadap shahabat dan persoalan yang terkait dengan mereka, ridhwanullahi ‘alaihim.
  • Prinsip kesepuluh: Keyakinan tentang Tauhid uluhiyah dan Rububiyah
  • Prinsip ke sebelas: Bid'ah dalam agama Allah dan cara memeranginya.
  • Prinsip ke tiga belas: Orang-orang shalih dan karomah.
  • Prinsip keempat belas: Masalah kuburan dan bid'ah yang terkait dengannya.
  • Prinsip ke lima belas: Masalah do'a dan tawassul.
  • Prinsip ke tujuh belas: Aqidah dan keterikatannya dengan amal.
  • Prinsip ke delapan belas: Aqli dan naqli dalam aqidah.
  • Prinsip ke sembilan belas: Hubungan dalil Aqli dan naqli dalam aqidah, dan apabila terjadi kontradiksi maka dalil naqli lebih diulamakan.
  • Prinsip ke dua puluh: Tidak melakukan takfir (mengkafirkan) terhadap orang yang berbuat dosa kecuali dia berikrar dan selalu mengulangi perbuatan itu, sesudah dijelaskan tentang penyimpangannya.

Selain prinsip-prinsip tersebut perhatian tentang aqidah tampak juga pada keterangan beliau pada bab kedua yang membahas tentang da'wah, dijelaskan dalam prinsip pertamanya tentang syumuliyatul fahm, pemahaman Islam yang integral.

Dalam bab ketiga tentang manhaj, prinsip kedua, dijelaskan bahwa landasan pemahaman seorang muslim dan rujukannya dalam manhaj adalah al-Qur'an dan sunnah. Pada prinsip keenam dalam bab tersebut disebutkan bahwa kesucian itu hanyalah pada al-Qur'an dan sunnah Nabi saw.,juga disebutkan sikap yang harus dilakukan dalam menghadapi masalah khilafiyah.

Pada prinsip kesembilan dijelaskan agar seorang muslim tidak tenggelam dalam masalah-masalah perdebatan dan meninggalkan semua unsur yang memecah belah. Kemudian pada prinsip keenam belas menerangkan masalah 'urf dan pengaruhnya.

Di bab keempat, tentang fiqih, dijelaskan dalam prinsip ke tujuh tentang ijtihad dan taqlid. Pada prinsip ke delapan, tentang perselisihan dalam furu' (cabang) dan pertentangan di dalamnya.

Pada prinsip keduabelas, dijelaskan seputar ibadah dan penambahan ibadah serta pemahaman ulama terhadap masalah tersebut.

(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)

sumber : www.eramuslim.com

perbaiki diri dan ajak orang lain


Saya telah jelaskan bahwa perkara paling penting yang perlu kita tumpukan di dalam marhalah ini di atas jalan dakwah ialah memperbaiki diri dan menyeru atau mengajak orang lain kepada jalan dakwah kita. Telah dijelaskan bahwa memperbaiki diri adalah perkara yang besar dan penting yang perlu diberikan perhatian khusus dengan bersungguh-sungguh sebab inilah kewajiban pertama dan asasi bagi setiap Muslim di dalam hidup ini, sehingga diri kita berada di dalam keridhaan Allah. Sukses mencapai jannatun naim dan terlepas dari azab Allah di Akhirat.

Memperbaiki diri juga merupakan tindakan dan usaha yang perlu dan mesti dalam merealisasikan berbagai kepentingan dan kewajiban yang lain. Dan kita katakan bahwa dasar yang sempurna yang menjadi asas perbaikan diri dan pembentukan pribadi manusia berakidah ialah akidah yang sahih yang menjadikan pendukung dakwah hidup dengannya, mengambil daripadanya segala urusan dan menyerahkan kepadanya segala apa yang dimilikinya, waktunya, usahanya, fikirannya, hartanya dan jiwanya.

Akidah yang telah didukung oleh salafussoleh lalu. Akidah itu menjadikan mereka sebagai contoh-contoh yang unik, teladan yang tiada tandingannya yang mengemukakan bentuk dan rupa yang ajaib dan mengagumkan di segala medan jihad dan pengorbanan, tebusan, pemberian, amanah, kesetiaan, cinta, kesan-kesan perhambaan yang benar kepada Allah dan dalam segala hal dan medan kebaikan.

Imam as-Syahid bersungguh-sungguh menjauhkan kita di akidah ini dari segala perkara yang menghapuskan intipatinya dan yang mungkin merubah dan memudahkannya menyimpang kepada perkara logika akal semata-mata yang jauh dari hati dan perasaan. Ini akan membawa pendukungnya ke dalam kancah perdebatan dan pertengkaran yang tidak berfaedah kepada pendukungnya di waktu susah, di waktu ujian dan di waktu bencana.

17.1 Ibadah yang Sahih

Setelah memahami asas yang teguh dan kuat dari akidah salimah (akidah yang lurus) dalam memperbaiki jiwa, barulah datang peranan ibadah yang sahih. Peranan ibadah ini mempunyai kesyumulan dan merangkumi segala urusan hidup. Kita tidak membatasinya hanya kepada shalat, puasa, zakat dan haji saja. Karena risalah kita dalam hidup ini, tugas kita di dalam hidup ini ialah beribadah kepada Allah yang berarti hidup kita ini seluruhnya adalah ibadah kepada Allah:

"Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadat kepadaKu." Az-Zariyaat: 56

Setiap kita mestilah berusaha bersungguh-sungguh untuk merealisasikan pengertian ini dengan membetulkan niat dalam setiap amalan. Mulai dari makan, minum, mencari ilmu dan amalannya, perkawinannya sebagai alat untuk menolongnya mentaati Allah dan memperbaiki ibadatnya. Dengan itu rumah menjadi mihrab, tempat beribadat kepada Allah, sekolah dan kampus, gedung perniagaan, kebun, ladang, sawah dan tempat-tempat permainan, bahkan dunia seluruhnya menjadi mihrab tempat kita beribadah kepada Allah.

Segala usaha dan perkataan yang lahir merupakan ibadah kepada Allah. Untuk itu, segala ibadah yang akan diterima oleh Allah mestilah memenuhi syarat yang sesuai dengan syariat Islam dan jauh dari segala yang haram dan dimurkai Allah. Oleh karena itu, setiap Muslim mesti mengetahui hukum-hukum ibadah dan syarat sahnya. Wajib mengetahui sunnah dan cara hidup Rasulullah s.a.w. dalam setiap perkara yang kita sebutkan tadi.

Dia mesti mengetahui dan mengamalkan semampu mungkin doa-doa ma'tsurat dari Rasulullah s.a.w. dalam setiap urusan dan beriltizam dengannya. Dengan demikian, seluruh hidup Muslim merupakan satu kehidupan rabbani, hidup menurut cara hidup yang diajarkan oleh Allah dan jadilah Muslim itu abdan Rabbanian, hamba yang bersifat ketuhanan, hamba yang menyembah Allah Taala, Tuhan seluruh alam.

Perkara yang mesti dalam ibadah ialah niat ikhlas kepada Allah semata-mata, jauh dari riya' dan menghadirkan hati menunaikan ibadah kepada Allah supaya amal dan ibadat itu diterima oleh Allah. Sebagai contoh, shalat yang diterima oleh Allah ialah shalat yang mencegah dari kejahatan dan kemungkaran. Bukan hanya sah dari sudut-sudut hukun fiqh saja, tetapi shalat yang mampu menghubungkan pendukungnya dengan Allah dengan penuh khusyuk, tunduk dan takut kepada Allah dan merupakan mi’raj bagi ruh dah jiwa orang mukmin.

17.2 AkhlakYang Teguh

Salah satu dari asas memperbaiki diri dan jiwa ialah menunjukkan contoh, sifat dan akhlak Islamiyah yang mulia seperti yang dianjurkan kepadanya oleh al-Quran dan sunnah Rasulullah s.a.w. Ini karena akhlak dan moral itu memainkan peranan penting dalam kehidupan individu. Ia berkait erat dengan segala kegiatan hidupnya, berkaitan dengan sikapnya terhadap kerabatnya, tetangganya dan semua orang yang bergaul, bermuamalah serta berurusan dengan mereka.

Perkara yang mesti ada pada seorang pendakwah yang menyeru manusia ke jalan Allah ialah dia mesti bersifat dengan sifat Muslim yang sejati supaya dia menjadi contoh teladan buat mad’unya dan dapat merealisasikan Islam dengan perkataan dan amalannya, bukan hanya dengan teori saja.

Contoh praktis itu lebih besar pengaruh dan kesannya di dalam jiwa manusia dari perkataan saja. Teladan kita ialah Rasulullah s.a.w. Dan, akhlak Rasulullah s.a.w itu ialah al-Quran. Banyak hadis-hadis Rasulullah yang mendorong kita berakhlak dengan akhlak yang mulia di antaranya:

"Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Dan sabda baginda lagi:

"Sesuatu yang paling berat dalam timbangan pada hari kiamat ialah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik."

Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia berarti kita mesti meninggalkan akhlak yang hina.

Dari sabda: Rasulullah s.a.w, "Yang paling berat dalam timbangan pada hari akhirat ialah taqwa kepada Allah." Berarti tidak berubah-ubah dan tidak plin-plan dengan perubahan suasana dan pertukaran keadaan. Jadi alangkah wajarnya kita melatih diri kita dengan kesungguhan dan perhatian dan menghiasi diri dengan adab-adab dan akhlak Islam. Sebagai satu misal: Sifat hilm satu sifat yang mampu menguasai dan menahan diri dari kemarahan.

Dalam perkara ini Rasulullah saw. bersabda:

"Bukanlah orang yang kuat itu mengalahkan orang lain dalam satu pertarungan tetapi yang kuat itu ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah."

Alangkah kuatnya manusia berakidah jika dia mempunyai sifat-sifat orang yang beriman yang tersebut di dalam kitab Allah atau dalam hadis-hadis Rasulullah s.a.w. dan senantiasa merujukkan halnya dan mengukur sejauh mana iltizamnya dan pengabaiannya dalam memiliki sifat-sifat itu dan terus berusaha dan menyempurnakan dirinya dengan sifat yang mulia itu.

17.3 Tsaqafatul Fikr

Satu lagi aspek memperbaiki diri yang lazim untuk laki-laki berakidah yang tampil untuk amal Islami dan dakwah Islam, yang menyeru manusia pada jalan Allah dia mesti mempunyai budaya berfikir.

Tsaqafatul fikr (pendidikan fikiran) merangkumi tiga aspek asasi: Aspek pertama ialah: pengenalan yang salim (lurus) dan sempurna tentang Islam yang menjadikan dia melaksanakan Islam dengan pelaksanaan yang betul dan lurus terhadap dirinya dan melayakkannya menyampaikan Islam itu dengan baik kepada orang lain. Dia melaksanakan dan menyampaikannya dengan menyeluruh, menjaga kemurnian dan kejatiannya.

Aspek kedua: Dia mesti mengetahui suasana dan keadaan dunia Islam dahulu dan sekarang, mengenali musuh-musuh Islam dan mengetahui semua cara dan tindak tanduk mereka. Dia mesti mengetahui peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi dan yang mempengaruhi Muslimin dari dekat atau dari jauh. Dia mesti mengetahui siapakah golongan yang bekerja di bidang dakwah Islam, mengetahui kecenderungan dan cara-cara kerja mereka, bagaimana bentuk tolong menolong yang perlu dibuat bersama mereka dan Iain-lain lagi perkara yang lazim bagi orang-orang yang tampil di bidang amal Islami.

Aspek ketiga: Memperbaiki pengkhususan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan urusan kehidupan seperti kedokteran, pertanian, perniagaan, perindustrian dan lain-lain. Maka tidak boleh tidak, seorang insan akidah mesti berusaha memperbaiki dan menguasai bidang profesional supaya dia mendapat tempat di dalam masyarakat dan dapat mengisi tempat-tempat kosong tatkala kita membangun dan menegakkan daulah Islam. Patut kita menyebutkan di sini bahwa sebagian besar dari ilmu pengetahuan modern ini telah diasaskan oleh ulama dan cendikiawan Islam di zaman dahulu. Karena agama kita mendorong kita mencari ilmu dan belajar dengannya dan dapat menghubungkan ilmu dengan Al Khaliq, Allah s.w.t.

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan". Al-Alaq: 1

Semestinyalah orang-orang yang bekerja di bidang dakwah di kalangan pelajar dan mahasiswa supaya mereka menjadi golongan yang terkemuka di dalam subjek pengkhususan mereka kerana sekiranya mereka terkebelakang di dalam pelajaran, mungkin akan menjauhkan orang lain dari amal dan usaha Islamnya.

17.4 Kekuatan Jasmani

Satu lagi dari sudut memperbaiki diri yang dituntut dari agen dakwah ialah dia mesti menjaga kesehatan jasmaninya supaya dia mampu memikul berbagai beban dan tugas dakwah dan jihad. Supaya kelemahan jasmani tidak menjadi halangan baginya dalam rangka merealisasikan cita-cita yang besar yang kita harapkan.

Rasulullah s.a.w. mendorong kita menjaga dan memperhatikan jasmani kita:

"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang-orang mukmin yang lemah dan ada kebaikan kepada tiap-tiap individu."

Kita dapati banyak hadis dan sunnah Rasulullah s.a.w yang menolong kita untuk memelihara kesehatan dan keselamatan jasmani kita. Kita juga mendapati Imam as-Syahid memberi perhatian yang cukup dalam perkara ini karena menyahut arahan Rasululah s.a.w itu.

Ada disebut di dalam kewajiban saudara yang beramal untuk Islam di dalam Risalah at-Ta'alim, menuntut setiap aktivis bersegera konsultasi dengan dokter memeriksa kesehatan keseluruhan dan mengobati penyakit yang ada padanya, memelihara kesehatannya dan menjauhkan perkara yang melemahkan kesehatan. Misalnya, beliau mengingatkan supaya kita menjauhi minum kopi yang berlebihan dan seumpamanya.

Beliau melarang menghisap rokok. Beliau juga mengingatkan kita supaya menjaga kebersihan dalam segala perkara, bersih dalam rumah, pakaian, makanan, badan dan tempat kerja. Kita disuruh agar menjauhi minuman keras, minuman yang memabukkan dan mengkhayalkan. Dan segala perkara di dalam aspek tersebut mesti dijauhi.

17.5 Sudut-sudut Lain Yang Lazim

Kita menghendaki Muslim yang berjihad untuk dirinya, yang berguna kepada manusia, yang menjaga waktunya, yang berdisiplin di dalam segala urusannya dan mampu bekerja untuk keperluan hidupnya.

Ini semua adalah sudut-sudut asas dan mesti ada pada syakhsiah Muslim sebagai agen dakwah supaya dia mampu memainkan peranan yang dituntut darinya menurut bentuk dan rupa yang sahih.

Tidak dapat difikirkan adanya seorang pendukung dakwah yang tampil ke depan untuk kerja-kerja Islam tanpa mempunyai nilai-nilai dan sifat-sifat ini ataupun sebagiannya. Orang yang mengikuti hawa nafsu, tidak berjihad melawan nafsunya, tidak mampu mengawal tindak tanduknya, tidak layak menjadi pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah, menyuruh manusia berbuat sesuatu walaupun dia tidak mampu berbuat demikian.

Pendukung dakwah terpaksa melalui berbagai suasana dan situasi yang berubah dan peristiwa-peristiwa yang datang silih berganti. Jadi, dalam mengatasi dan melintasinya memerlukan mujahadah yang banyak, melawan nafsu, dan sanggup menanggung beban dan ujian. Dan pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah mesti mampu membawa faedah dan kebaikan kepada manusia dengan senang hati dan murah hati walaupun kebaikan dan jasanya itu dibalas dengan penyiksaan dan bahaya karena demikianlah sikap Rasulullah s.a.w. membawa kebaikan kepada manusia dan sabar menanggung segala ujian dan gangguan dari manusia.

Jadi pendukung dakwah mesti merebut kesempatan membuat kebaikan kepada manusia dan bersegera kepadanya sesuai dengan berbagai cara:

"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehinya." Al Mukminun: 61

Manusia dakwah mesti memelihara waktunya untuk digunakan kepada tiap-tiap kerja yang berfaedah yang bersungguh-sungguh untuk dakwahnya. Tidak ada waktunya yang tersia-sia karena waktu itu adalah kehidupan dan kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia. Waktu yang telah berlalu tidak mungkin kembali lagi dan kita akan ditanya tentang waktu pada hari kiamat.

Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

"Tidak ada hari yang terbit fajarnya kecuali dia memanggil, "Hai anak Adam aku makhluk baru dan di atas amalmu aku menjadi saksi maka ambillah bekalan dariku karena sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat."

Kita menghendaki dari saudara Muslim supaya dia berdisiplin dalam setiap urusan di jabatan apa pun, dalam bidang tugasnya, dalam pertimbangannya dan di dalam seluruh urusan hidup karena itulah yang mendorongnya lebih memperbaiki karya dan hasil usahanya di samping memuliakan waktu, usaha dan hartanya dan mendapat natijah (hasil) dengan cara yang baik dari segala tenaga yang telah dugunakannya.

Dan menjadi satu tabiatnya, dia mempunyai satu pekerjaan yang tertentu untuk mencari rezeki yang halal supaya ia tidak menjadi beban kepada manusia, supaya berada di dalam ketenangan dan kemantapan kehidupan yang menolongnya untuk berjaya membawa hasil di bidang dakwah. Supaya dia dapat mendirikan sebuah rumahtangga dan melahirkan generasi yang soleh, keturunan yang baik untuk masyarakat Islam.

17.6 Bagaimanakah Caranya Merealisasikan Perbaikan Ini?

Tidak cukup kalau kita hanya mengetahui langkah-langkah Islahunnafs (memperbaiki diri) yang dituntut untuk merealisasikannya, bahkan kita juga perlu tahu bagaimana cara untuk melaksanakannya.

Sebagaimana yang telah kita maklumi, kita dapati di sana ada sudut pendidikan tsaqafi di samping adanya tarbawi takwin (pendidikan pembentukan) di mana kedua aspek tersebut memerlukan usaha perseorangan dan usaha jama'iah yang berencana, mempunyai berbagai cara dan alat.

Faktor penolong tersebut di atas dengan bentuk yang lebih berkesan ialah adanya seseorang melaksanakan tugas-tugasnya dan pekerja yang telah disebutkan di dalam penghujung Risalah At Ta'alim yang telah ditulis oleh Imam as-Syahid dan telah disinggung juga di sekitar tujuan-tujuan usrah persaudaraan. Juga membiasakan diri mengamalkan wirid, muhasabah mengoreksi diri setiap hari.

Dengan itu, seseorang itu dapat menghadapi dan menilai setinggi mana keimanannya, dan seperti apa tugas-tugasnya dan adakah amalnya yang menyimpang dari ajaran Islam. Melibatkan diri dengan kerja-kerja Islam di bidang dakwah, adalah satu cara yang paling mujarab yang menolong kita memperbaiki diri, karena sesungguhnya dengan membaca kitab-kitab saja tidak mampu membina insan.

Sesungguhnya menyeru manusia kepada Allah dan menentang kebatilan merupakan satu pendidikan kepada para du’at serta memberi mereka pengalaman, kepandaian, keteguhan, ketetapan dan ketahanan di atas kebenaran.


Perbaikilah dirimu dan ajak orang lain. Itulah pertama untuk satu-satunya jalan dalam rangka membangun persatuan kaum muslimin, meninggikan mereka supaya mereka dapat menduduki tempat yang wajar sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, sebagai golongan manusia yang memberi pengajaran kepada manusia serta menunjukkan mereka kepada siratul mustaqim.

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah." Ali Imran: 110

"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (pebuatan) kamu." Al-Baqarah: 143

Tujuan memperbaiki diri adalah untuk mewujudkan pejuang dakwah yang sahih. Tujuan menyeru orang lain adalah untuk memperbanyak golongan mukmin yang benar. Kemudian mereka akan mengikat janji untuk bersaudara dan berkasih sayang untuk menjadi satu dasar yang kokoh yang mempunyai iman yang teguh.

Di atasnyalah didirikan bangunan Islam yang menjulang tinggi yang merealisasikan kebenaran dan menghapuskan kebatilan, hingga muslimin menjadi pemimpin dunia dan beroleh bahagia di akhirat dan akhirnya janji Allah menjadi nyata di hadapan manusia.

"Dialah yang mengutuskan RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkannya terhadap semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi." Al-Fath: 28

Kita telah membahas bagian pertama tentang memperbaiki diri dengan uraian serba ringkas serta beberapa penekanan. Sebelum saya membahas bagian kedua, yaitu mengajak orang lain kepada Allah, sebaiknya saya mengingatkan bahwa orang yang kita seru untuk melalui jalan Allah, melalui jalan dakwah Islam, bahwa apa yang kita serukan kepadanya adalah semata-mata untuk memperbaiki dirinya dan menyeru manusia kepada Allah. Ini merupakan perkara yang terpenting dalam urusan hidup mereka bahkan inilah perkara yang menentukan hidup mereka. Oleh karena itu, siapa yang layak dalam perkara itu wajiblah ia memberi perhatian yang utama dan pertama kepada perkara itu.

Sesungguhnya kita menyeru dia dan manusia kepada satu perniagaan yang tidak merugikan. Perniagaan yang melepaskan kita dari azab Allah. Dan ada padanya nikmat yang kekal, yaitu syurga dan tempat-tempat kediaman yang baik. Di samping itu ada padanya pertolongan dan pemberian kuasa dari Allah:

"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan satu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan rasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai 'Adn'. Itulah keberuntungan yang besar. Dan ada lagi kurnia yang lain yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. " As-Saff: 9-13

Ini adalah satu urusan yang penting dan besar. Sesungguhnya kita menyeru para aktivis dakwah supaya menyerahkan diri dan segala apa yang ada pada mereka untuk perjuangan di jalan Allah. Kemudian, mereka juga mengajak yang lain untuk menyerahkan dirinya dan segala apa yang ada padanya di jalan Allah.

Kita tidak menyeru manusia supaya membeli saham di dalam satu rancangan perniagaan atau pertanian atau perusahaan untuk melipatgandakan harta saudara yang berlebihan dari keperluan saudara. Tetapi kita menyeru saudara kepada satu perniagaan dengan Allah.

Dialah, Allah, yang membeli dari kita, diri kita dan harta kita dengan harga yang mahal. Ketahuilah bahwa harganya adalah syurga yang seluas langit dan bumi. Maka adakah lagi di sana satu perkara yang dapat menandingi perkara yang paling besar dan menentukan kesudahan kita?

Sekiranya para pengusaha dan ahli perniagaan dunia mengorbankan usaha mereka untuk melariskan barang perniagaan mereka, memajukan rancangan mereka, menyebarkan iklan barang-barang mereka, mempamerkan dengan baik dan menarik hati manusia padanya dan menonjolkan keuntungan yang diperolehi daripadanya. Alangkah baiknya kita mengorbankan segala usaha kita untuk dakwah di jalan Allah, dakwah Islam yang memang lebih layak menerima layanan dari kita.

Kita tunjukkan dakwah itu kepada manusia dengan cara yang sebaik-baiknya. Kita kemukakan kepada mereka, menggembirakan hati mereka supaya mereka dapat menerima dengan senang dan puas hati. Kita mesti bersabar melakukannya. Alangkah besarnya keuntungan yang akan pulang kepada pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah dan orang yang diseru apabila dia menyahut seruan pendukung dakwah Islam.

Urusan dakwah kepada Allah tidak dapat disimpulkan dengan satu atau dua tajuk rencana, tetapi kita perlu merujuk kembali kepada buku-buku, risalah-risalah dan artikel-artikel yang ditulis di sekitar dakwah dan pendukung dakwah. Juga, tidak boleh tidak, mesti melibatkan diri secara langsung dengannya dalam urusan dakwah yang membentuk da'i Ilallah yang membersihkan dan memberikannya pengalaman dan latihan. Memadailah di sini dengan menyebutkan beberapa pandangan dan ketenangan yang dapat dijadikan petunjuk. Semoga Allah memberkatinya.

Hendaklah diketahui bahwa para pendukung dakwah pada hari ini bukanlah para pendukung dakwah semalam karena mereka pada hari ini adalah golongan yang terpelajar yang telah dipersiapkan, yang telah dilatih. Mereka terdiri dari golongan profesional (terutamanya di negara barat) di mana mereka mengkhususkan satu pasukan yeng terlatih bagi tiap-tiap fikrah untuk menjelaskan perkara yang samar dan memunculkan perkara yang baik, dan mereka telah berupaya melakukan berbagai cara penyebaran dan jalan-jalan di'ayah dan propaganda serta mencari jalan yang paling hampir dan mudah dipercayai dan diterima pada jiwa manusia.

18.1 Kemuliaan dan Kepercayaan (Tsiqah)

Kemuliaan dan kebanggaan apa lagi yang saudara mau setelah saudara menjadi pendukung dakwah, penyeru kepada Allah, karena sesungguhnya saudara menyeru kepada setinggi-tinggi cita-cita dan semulia-mulia tujuan. Sesungguhnya berdakwah kepada Allah itulah tugas Rasulullah s.a.w. kepada mereka semua. Tiap-tiap perkataan yang saudara serukan manusia kepada Allah, itulah sebaik-baik perkataan dan Allah telah menetapkan demikian dalam firmanNya:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan yang saleh dan berkata. "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" Fushilat: 33

"Dari kalangan orang-orang yang menyerah diri kepada Allah", adakah lagi di sana satu perkataan yang lebih mulia dari itu? Sesungguhnya kita menyeru manusia kepada kebenaran dan kebenaran inilah yang lebih patut diikuti. Apakah ada lagi selain kebenaran itu kecuali kesesatan.

Kita membawa mutiara dan cahaya supaya kita memandu manusia yang sesat di tengan-tengah kegelapan. Karena sesungguhnya kita berada di atas agama yang benar yang diterima oleh Allah dan yang lain selainnya adalah batil. Al-Quran inilah kitab Allah yang tidak mungkin dicampuri oleh kebatilan, apakah dari depan atau dari belakang.

Inilah kitab yang diturunkan dari Allah yang Maha Bijaksana lagi yang terpuji. Dunia pada hari ini sangat-sangat memerlukan agama ini untuk menyelamatkan kecelakaan yang menimpanya. Marilah kita berdakwah, yakinlah, percayalah dan berpuas hatilah kepada kesempurnaan dan ketinggian apa yang kita serukan kepadanya.

18.2 Beberapa Perkara Yang Berhubungan dengan Pendukung Dakwah

Ad-da'i ilallah, pendukung dakwah mestilah tahu bahwa melaksanakan tugas dakwah kepada Allah adalah perkara yang wajib dan bukanlah perkara sukarela saja. Dia mesti berdakwah setiap masa, setiap tempat dan dalam situasi dan kondisi apa pun walaupun di dalam penjara atau di bawah tekanan dan kesusahan. Sekalipun dia mengalami gangguan dan ujian, lantaran berdakwah kepada Allah, janganlah perkara tersebut menghalanginya dari meneruskan dakwahnya demi membawa kebaikan kepada manusia dengan kesabaran dan hanya mengharap pertolongan dan ganjaran dari Allah.

Allah berfirman:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?". Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di
antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". Fushilat: 33-35

Imam as-Syahid telah memberi wasiat dalam pengertian ini dengan berkata:

"Jadilah kamu di kalangan manusia seperti pohon buah. Mereka melemparnya dengan batu, tetapi dia membalas mereka dengan buah". Dan berkata lagi: "Wahai saudaraku sesungguhnya saudara hanyalah beramal untuk dua tujuan: Supaya saudara berjaya dan menunaikan tugas yang wajib. Sekiranya tujuan pertama gagal, yaitu tidak ada orang yang menyahut seruan saudara, janganlah pula saudara terlepas dari yang kedua, yaitu saudara memang harus menunaikan kewajiban".

Para pendukung dakwah yang menyeru manusia kepada Allah, mestilah menyeru manusia kepada Allah dari markas kekuatan dan kemuliaan, bukan dari markas kelemahan dan kehinaan. Dari kedudukan orang yang percaya, yakin dan puas hati, bukan dari kedudukan orang yang ragu dan bimbang dan bukan dari kedudukan orang yang mempertahankan dan membela musuh-musuh Islam.

Para du'at kepada Allah mesti menjadi contoh teladan yang baik kepada apa yang diserukan dan benar-benar berjalan dengan apa yang diseru kepada manusia. Setiap yang diserukan itulah yang diperbuatnya, apa yang dikata itulah yang dilakukan, amalannya sesuai dengan kata-katanya. Supaya dia tidak terjatuh kepada kemurkaan Allah.

"Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan". As-Saff: 2-3

Pendukung dakwah yang menyeru manusia mestilah ikhlas karena Allah di dalam dakwahnya. Tidak ada yang diharapkan daripadanya kecuali keredhaan Allah. Tidak mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia dan tidak harus menunggu untuk dikagumi ucapannya oleh manusia. Dia mesti berkata benar dan bersifat benar di dalam segala perkara supaya dia senantiasa dipercayai oleh manusia.

Ad-da'i kepada Allah mesti sabar, redha menanggung segala rintangan yang mengganggunya di tengah jalan. Ridha menanggung dan menerima segala penyiksaan, kritikan, ejekan dan berpalingnya manusia daripadanya. Dia mesti bersifat ramah pengasih, penyayang, lemah-lembut. Sebab yang demikian itu akan menyebabkan manusia sayang kepadanya dan menolongnya, tertarik hati kepadanya dan menggabungkan diri kepadanya dan benarlah Allah yang Maha" Agung:

"Maka disebabkan Rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu ". Ali lmran: 159

Sahibud-dakwah mestilah bersifat Hilm tatkala mengendalikan dirinya di waktu marah. Jangan mudah marah dan melatah, mestilah berlapang dada dan berjiwa besar kepada setiap yang bertanya, yang mengkritik atau yang memberi nasihat sekalipun bagaimana cara nasihat yang paling baik dan mesti bersedia menerima nasihat dalam bentuk apa pun.

Sahibud-dakwah, pendukung dakwah kepada Allah, mestilh menghafaz al-Quran dan hadis Rasulullah s.a.w. selagi dia mampu berbuat demikian. Sebab yang demikian itu menolongnya mengambil dalil dari al-Quran dan Hadis Rasulullah s.a.w. dalam setiap urusan dan pengertian yang datang kepadanya.

Dia mesti mengetahui sirah yang harum peninggalan Rasulullah s.a.w. untuk memperoleh pengajaran, pendirian dan teladan. Sebab, ia dapat mempengaruhi dan memberi kesan di dalam jiwa. Dari sirah Rasulullah s.a.w. itu, sahibud dakwah yang menyeru manusia kepada Allah memperoleh uslub, cara dakwah dan cara harakah dalam berdakwah.

Dia patut menyediakan satu buku catatan ketika membaca kitab dan bersungguh-sungguh untuk mencatat hal-hal penting dan menarik dari bacaannya sebagai bekalan dalam jalan dakwah. Ini karena, terlalu bergantung kepada daya ingatan selalu mengkhianati tuannya. Jadi perlulah disediakan buku catatan atau buku peringatan.

Sahibud-dakwah perlu mengetahui berbagai urusan agamanya, karena dia senantiasa terarah kepada berbagai persoalan dan tafsiran. Dia juga perlu mempunyai pemikiran Islam supaya dia memandang segala perkara dan peristiwa dengan pandangan Islam dan menghukum segala sesuatu menurut kaca mata Islam.

Sahibud-dakwah, mesti mengetahui bahwa di samping mempunyai kefahaman yang teliti dan halus terhadap Islam, dia juga perlu kepada keimanan yang mendalam serta hubungan dan kepercayaan terhadap Allah. Inilah sebaik-baik bekalan di atas jalan dakwah.

18.3 Di Sekitar Uslub Dakwah

Uslub atau cara berdakwah adalah sebagian dari dakwah. Tingginya tujuan dan cita-cita yang kita seru manusia kepadanya tidaklah mencukupi kalau dilaksanakan dengan cara yang salah dan tidak proporsional. Ada kemungkinan uslub dan cara yang digunakan itu memburukkan suasana atau menyebabkan manusia lari dan menjauhkan diri dari dakwah kita akibat tidak sesuai dengan masa dan tempat. Untuk itu Allah telah memberi arahan kepada kita dengan firmanNya:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang paling baik". An-Nahl: 125

"bil-hikmah ": dengan kebijaksanaan, dengan hujah-hujah yang kuat dan bukti yang konkrit. Menyuruh orang berbuat baik dan melarang mereka dari berbuat munkar dan jahat mestilah dengan cara yang baik, sikap yang baik, kata-kata yang lemah lembut. Bukan dengan kasar dan keras.

Sahibud-dakwah mesti berani mengatakan perkara yang benar walaupun pahit, tetapi dengan cara yang menarik dan senang diterima oleh manusia. Di samping itu, dia tidak boleh bermuka dua, tidak boleh bersifat munafik walaupun dengan tujuan menarik hati manusia atau menggembirakan mereka dan menarik minat mereka kepadanya.

Dia harus tegas dan terus terang supaya manusia dapat mengenali kebenaran yang dibawanya. Karena sesungguhnya cara yang ambigi dan bersifat munafik, tidak sesuai dengan keagungan, kebenaran dan dakwah Allah yang diserukannya. Dan Allah telah memberi amaran kepada Rasulullah s.a.w di dalam firmanNya:

"Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak pula kepadamu ".
Al-Qalam: 9

Mereka suka jika kamu tidak tegas, supaya mereka tidak tegas pula dengan kamu. Sahibud-dakwah perlu memahami jiwa manusia dan mengetahui anak kunci hati supaya dia mampu membuka pintu-pintu hati dan menyampaikan kepada manusia apa yang dikehendaki.

Jangan bertindak secara mendadak dengan membawa kepada mereka apa yang dibenci oleh jiwa mereka supaya mereka tidak terperanjat. Sahibud-dakwah mesti mengetahui terlebih dahulu dari mana dan bagaimana cara untuk memulakan setelah dikaji, ditapis dan disediakan segala apa yang diperlukan untuk urusan dakwah.

Sahibud-dakwah mestilah menentukan topik yang hendak dibicarakan supaya para pendengarnya mendapat faedah yang nyata dan jelas daripadanya. la mesti memperbaiki sistematika dan susunan pemaparan terhadap pengertian dan tajuk yang dibicarakan dengan susunan yang dapat menyokong dakwahnya supaya mereka berpuas hati dan menerimanya.

Sahibud-dakwah mestilah mampu memadukan akal, perasaan dan hati manusia di dalam uslubnya. Jangan berbicara dengan akal semata-mata tetapi ketandusan perasaan dan tidak pula semata-mata dengan perasaan dan hati saja tanpa kepuasan akal dan lojik. Isi perbicaraannya mestilah dapat diterima akal, menarik perasaan dan menawan hati sehingga akal, perasaan dan hati manusia berpuas hati dengannya.

Satu dari cara-cara yang berguna yang senantiasa mempunyai pengaruh yang paling berkesan dan baik adalah pembicaraan yang mampu memuaskan akidah manusia. la dimulai dengan memantapkan di hati manusia tentang kewujudan Allah, seterusnya menjelaskan hakikat risalah kita dan tugas kita dalam hidup ini. la disudahi dengan mengukuhkan, menegaskan bahwa Islam adalah manhaj, cara hidup, satu pegangan hidup yang sejahtera dan lengkap dan berusaha untuk memulakan kehidupan Islam dan menegakkan negara Islam (ad-daulah Islamiah) ini adalah satu tugas yang wajib kepada tiap-tiap muslim.

Sahibud-dakwah, yang menyeru manusia kepada Allah mestilah menyalakan harapan dan cita-cita yang mulia di kalangan para pendengarnya. Dia mestilah menyakinkan mereka bahwa masa depan adalah untuk kemenangan Islam dan abad ini adalah abad Islam, abad kemenangan Islam!

Dia perlu menghapuskan segala pengaruh dan kesan putus asa dari jiwa mereka supaya mereka tidak mudah beranjak dari prinsip Islam dan tidak bersikap beku dan jumud di tengah jalan dan tidak mau meneruskan perjalanan mereka di atas jalan dakwah.

Sekiranya sahibud-dakwah merasai dan melihat manusia berpaling daripadanya maka hendaklah dia mengoreksi kembali cara atau uslub dakwahnya karena boleh jadi caranya tidak tepat atau waktunya tidak sesuai, atau suasananya tidak sesuai menyebabkan berlaku perkara yang demikian.

Sahibud-dakwah mestilah berusaha bersungguh-sungguh supaya menggandingkan ilmu dengan amal supaya mereka mengamalkan ilmu yang telah diketahui, bukan hanya merupakan kepuasan ilmiah semata-mata.

Dia mesti mengawasi waktunya ketika berbicara supaya mereka tidak jemu mendengarkan ucapan yang mungkin terlalu panjang atau kurang menarik perhatian para hadirin. Ini semua hanyalah bayangan mengenai cara menyeru manusia kepada Allah. la hanyalah sebagai contoh, bukan untuk membatasi hikmah kebijaksanaan dan cara-cara sahibud-dakwah karena di sana banyak lagi cara yang lain yang dapat dikelola oleh sahibud-dakwah. Wabillahhitaufik.


sumber : www.eramuslim.com

Powered By Blogger